Senin pagi ndak ada jadwal kuliah, dari pada nganggur mendingan latihan menulis sekaligus sedikit berbagi pengalaman, siapa tau bisa dijadikan referensi bagi yang berminat untuk mendakinya, ataupun bahan nostalgia bagi para Sahabat yang pernah sukses menggapai puncaknya. Pengalaman yang satu ini tentang penjalanan menyusuri jejalanan mencapai dataran tertinggi pulau Jawa, puncak Mahameru. Rencana pendakian gunung semeru sebetulnya sudah luuuuuama sekali tercetus, saking lamanya, tapi baru terealisasi pada penghujung bulan September 2015. Pendaftaran kami lakukan secara Online di website www.bromotenggersemeru.org dua minggu sebelum tanggal keberangkatan yang kami inginkan, untuk mengantisipasi kehabisan kuota, mengingat minat wisatawan untuk mengunjungi Gunung Semeru sangatlah tinggi.
23 September 2015, Rabu
Perjalanan
kami dimulai dari jember pukul 21.00
WIB, tepatnya hari Rabu, 23 September 2015, 10 Dzulhijjah 1436 Hijriah. bukan
tanpa alasan kami memilih tanggal ini (dan sekaligus waktu malam hari) sebagai
acuan waktu keberangkatan. Alasan pertama agar bisa ikut serta melakukan solat
Idul adha berjamaah di masjid yang berlokasi terdekat dengan desa Pani (desa
dimana terdapat ranu Pani) besok paginya; dan alasan kedua supaya bisa
menikmati indah sinar bulan pada saat berkemah maupun melakukan pendakian
(tanggal 10-20 kalender bulan, kita bisa menikmati pemandangan sinar bulan pada
malam hari).
Rombongan
kecil kami terdiri dari empat orang yaitu saya, Woro, Ridwan dan Lungit. Rute
perjalanan mengikuti jalan utama, Jember => Rambi Puji => Bangsal sari
=> Tanggul => Jati Roto => Sukodono. Sampai di pertigaan lampu merah
Sukodono ambil jalan ke kiri, karena jalan kekanan menuju Probolinggo. Kecamatan
yang selanjutnya dituju setelah
pertigaan Sukodono adalah kecamatan
Senduro. Pukul 23.30 WIB kami tiba di kecamatan Senduro, melepas penat sejenak sembari menikmati kopi susu panas. Warung tempat kami ngopi tepat berada di samping kiri POLSEK Senduro. Kopi habis,
selanjutnya kami memohon izin kepada petugas piket malam POLSEK Senduro untuk
menumpang beristirahat di POLSEK. Petugas piket mengarahkan kami untuk
beristirahat di Musolla POLSEK Senduro.
Tidak
membutuhkan waktu lama, kami segera tertidur lelap setelah mendiskusikan
rencana untuk esok sambil menikmati
sisa Roti ulang tahun Ridwan, hmmm enak sekali.
24 September 2015, Kamis
Pukul 05.00 WIB kami terbangun, mengambil wudu, dan segera mendirikan solat subuh, juga di musholla POLSEK Senduro. Antri mandi kami lakukan setelah solat, dilanjutkan dengan persiapan melaksanakan solat Idul Adha di masjid terdekat yang berjarak sekitar 50 meter. Pukul 05.34 kami bareng-bareng berangkat ke masjid dan berjama’ah solat Idul adha sampai pukul 07.15 WIB.
Perjalanan
selanjutnya menuju desa Pani (pos utama
pendakian Gunung Semeru), kami berangkat pukul 08.00 WIB. Matahari sudah
meninggi, panasnya yang terik memberi isyarat bahwa kemarau tahun ini belum
segara berakhir, itu berarti bencana kabut asap yang melanda pulau sumatra dan
Kalimantan juga belum segera berhenti, juga kekeringan yang menyerang beberapa
provinsi di Indonesia belum segera mencapai titik ujungnya. Semoga musibah ini
segera berakhir.
Perjalanan
dari kecamatan Senduro menuju Desa Pani sepanjang 29 KM. Kondisi jalan menurut
penilaian kami 60% sangat baik dengan
aspal baru, sedangkan sisanya yang 40% amat
sangat jelek sekali. Aspal berlubang dengan bebatuan besar yang berserakan
memperlambat laju perjalanan. Ditambah lagi debu-debu beterbangan mempersesak
pernapasan. Berita baik, karena kondisi seperti
ini akan segera berakhir, karena menurut informasi masyarakat, pemerintah
Kabupaten sedang melakukan pembangunan jalan.
Ranu Pani, di Desa Pani
Dalam bahasa
Indonesia, ranu berarti danau. Disebut ranu Pani karena letaknya di Desa Pani. Pukul
10.00 WIB kami tiba di desa Pani. Sepeda
motor segera dititipkan di tempat penitipan yang terletak tidak jauh dari ranu
pani. Biaya penitipan setiap satu sepeda motor sebesar Rp 5.000,- perhari. Pagi
itu suasanya ranu pani sangat rame, penduduk
menyembelih hewan qurban dan mencucinya di ranu. Sebentar kami menepi ke ranu,
di tempat yang agak jauh dari kerumunan warga. Sungguh disayangkan kondisi ranu
sangat kotor, plastik-plastik bekas botol maupun pembungkus banyak berserakan
di tepian ranu maupun di dalam ranu. Hal ini tentu saja membuat jelek
pemandangan.
Ruangan
briefing adalah tempat yang kami tuju
setelah menitipkan sepeda motor. Di ruangan ini kami mendaftarkan anggota
rombongan pendakian, mendata peralatan yang kami bawa; kaos, jaket, kameja,
sandal gunung, sepatu gunung, botol minuman, makanan, obat-obatan dan lain
sebagainya, dan yang terakhir mendengarkan arahan dari petugas tim relawan
gunung semeru. Tidak hanya kami, semua pendaki harus dibriefing terlebih dahulu, baik pendaki pemula maupun yang sudah
berpengalaman, supaya mengetahui kondisi terkini dari gunung Semeru.
Briefing dimulai pukul 10.30 WIB.
Petugas memberikan petunjuk teknis pendakian gunung semeru, mengenai persiapan
mental dan fisik, rute yang boleh ditempuh, anjuran dan larangan-larangan yang
harus dihindari saat mendaki dan bermacam pengetahuan lainnya. Macan kumbang
juga menjadi topik pembahasan, konon masih
banyak pendaki yang menemukannya saat pendakian. Pukul 11.30 brieving selesai,
kami segera berkemas dan melanjutkan pendakian pertama menuju tempat akan
didirikannya tenda yang kami bawa, ranu Kumbolo.
Dari Ranu Pani => Landengan Dowo =>
Watu Rejeng => Ranu Kumbolo
Perjalanan
menuju ranu kumbolo sangat melelahkan, membutuhkan stamina tinggi dan semangat
membaja, lima pos yang harus dilalui untuk sampai ke sana, adapun dari satu pos
ke pos yang lain dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1.5 jam perjalanan santai.
Dari ranu Pani hingga Ranu Kumbolo ada dua
tempat yang dibari nama unik, yaitu landengan dowo dan watu rejeng. Dinamakan
landengan dowo karena pada zaman dulu di sekitar daerah ini ditumbuhi pohon
landengan (pohon yang berbuah seperti petai/ pete), sedangkan nama Watu rejeng diambil dari tebing batu raksasa
yang tinggi menjulang diangkasa, itu asal-usul nama versi saya, hehehe.
Track jalan dari Ranu Pani menuju Ranu
Kumbolo cukup baik dan tidak terlalu
berbahaya. Jalanan yang dilalui bisa dikatakan landai rata meskipun sebenarnya
terus menanjak menuju ketinggian Ranu Kumbolo 2.400 MDPL. Tanjakan curam akan
banyak ditemukan setelah melewati pos 3. Jarak dari Ranu Pani ke Landengan Dowo
sekitar 3KM, dari Landengan Dowo ke Watu Rejeng 3KM, dari Watu Rejeng ke Ranu Kumbolo sekitar 4,5 KM, jadi jarak
keseluruhan sebesar 10,5KM. Cukup jauh bukan ? jarak 10,5 km ini adalah jarak
yang ditarik dengan garis lurus dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo, sedangkan track jalan yang kita lalui tidaklah
lurus menembus hutan maupun melubangi bukit, akan tetapi cenderung
berkelok-kelok mengikuti badan perbukitan, sehingga bisa bertambah sejauh 2kali
lipat atau bahkan lebih. Kami tiba di ranu kumbolo sekitar pukul 17.00 dan
segera melakukan solat asar di tepi ranu setelah sebelumnya solat duhur di watu
rejeng. Tenda yang kami bawa segera dipasang di tepi ranu Kumbolo. Malam
menjelang, tenda kami telah berdiri kokoh, menemani puluhan tenda lainnya yang
sudah berdiri beberapa jam sebelumnya. Welcome to Ranu Kumbolo.
Ranu Kumbolo
Ranu Kumbolo
berada di ketinggian 2400 MDPL dan luas 15 Ha. Posisi yang cukup tinggi, Konon (menurut warga lokal) salju
seringkali turun di kawasan Ranu Kumbolo manakala musim hujan. Bukan hal yang
mengherankan, pada saat kami datang di bulan September yang notabene adalah musim kemaraupun, suhu
malam hari mencapai sekitar 8 derajat celcius.
Baju rangkap dua, jaket rangkap dua, Sleeping
bag tebal, dan tenda berbahan parasit yang kami pakaipun tidak kuasa menghangatkan tubuh kami. Wedang kopi susu yang dibuat dengan Air
mendidih bisa langsung kami minum beberapa
detik setelah diaduk, tidak hanya itu saja bahkan mie instan yang kami
rebus di panci pun bisa langsung kami santap
tanpa diangkat terlebih dahulu dari kompor lapangan yang sedang membara
apinya.
Awalnya kami
sempat ragu untuk berwudu sebelum solat maghrib, tetapi dengan mengumpulkan
segenap kebaranian dan kenekatan akhirnya terlaksana juga. Solat maghrib dan
Isya kami lakukan di tepi ranu kumbolo, diterangi cahaya bulan tanggal 11 Dzulhijjah,
juga kerlap-kerlip bintang yang menjanjikan kepada kami ribuan harapan, yang
menyalakan lagi semangat kami akan panjangnya masa depan, no matter how hard the past, we can always begin again, semuanya
menemani lelap tidur kami malam ini.
25 September 2015, masih di Ranu Kumbolo
Pukul 05:15 WIB alarm handphone berteriak-teriak dengan kencangnya. Woro yang bangun pertama kali segera membangunkan kami semua. Kami melompat keluar tenda, suasana luar masih sangat gelap, kami segera bertayammum dan melaksanakan solat subuh. Suasana gelap diakibatkan oleh embun dan uap air yang membentuk awan tebal di atas permukaan ranu, sehingga menghalangi cahaya matahari yang berusaha keras menerobos untuk memamerkan pesona rona merahnya kepada kami.
Pukul 05:37 WIB cahaya matahari berhasil menerobas sergapan embun. Matahari tampak mulai merekah, bayangan bulatnya muncul di permukaan air dan sinarnya yang kemerahan mulai menerangi alam sekitar. Kini terlihat jelas di mata kami keindahan ranu kumbolo, airnya yang jernih bersih, ranunya yang bebas sampah, pepohonan pinus dan cemara menambah keindahan alamnya, baik pinus dan cemara yang masih berdiri kokoh menjulang ke angkasa dengan dedaunan hijaunya maupun pinus dan cemara yang roboh menjulur ke bibir ranu, ikan-ikan kecil tak sungkan berkejaran di tepi ranu, tak takut disikat oleh tangan usil manusia, karena mereka tau manusia akan selalu menjaga kelestarian lingkungannya. Ini tho ranu kumbolo, surganya gunung semeru, selama ini hanya mendengar ceritanya dari beberapa sahabat, membaca dari artikel-artikel, atau melihat video-videonya saja, tapi kini sudah di depan mata, bahkan bisa mencicipi kesegaran airnya yang mampu melepaskan dahaga dan menambah stamina.
Pemandangan
lain yang sangat menggoda adalah padang rumput atau savana yang membentang luas
diselingi bebungaan beraneka ragam warna; ada jingga, ada kuning, ada merah dan
banyak warna-warna lainnya. Savana ini membentuk perbukitan mengikuti kontur
dataran bukit yang diikutinya.
Semua
pengunjung ranu Kumbolo terikat dengan peraturan ketat sebagai upaya
pelestarian alam. Mencuci peralatan dan perlengkapan kemah maupun mencuci badan
dan bersikat gigi boleh dilakukan minimal 10 meter dari bibir ranu.
Pengunjungpun diharamkan mandi di
dalam ranu, karena ranu Kumbolo hingga saat ini masih disakralkan oleh masyarakat lokal.
Pukul 08.00
WIB kami mulai sarapan, juru masak kami adalah Lungit. Menu makanan istimewa,
lontong yang kami pesan di Pasar Tanjung Jember, ikan sarden, sambel pecel, abon sapi, dan tidak
ketinggalan mie rebus. Suhu udara tidak lagi dingin seperti pada saat makan
malam, tak ada nyali bagi kami untuk
mencoba meminum langsung wedang susu
dengan air mendidih sebagaimana malam tadi, karna dijamin akan melonyotkan bibir ini. Setelah sarapan kami segera berkemas, memasukkan semua
barang ke dalam carrier, melipat
tenda, mengisi botol-botol air yang sudah kosong dengan air asli Ranu Kumbolo
(pengisian air selanjutnya ada di Sumber Mani yang berada dekat Kalimati, jadi
siapkan air secukup mungkin dari sini) dan berdoa bersama sebelum melanjutkan
perjalanan menuju tempat penegakan tenda yang selanjutnya, Kalimati.
Ranu Kumbolo => Cemoro Kandang =>
Jambangan => Kalimati dan Sumber Mani
Meniggalkan
ranu kumbolo, menuju Kalimati berarti meninggalkan kesegaran air, keindahan ranu,
burung-burung kecil, dan mendatangi tempat gersang yang jauh dari air. Namun segaris dengan titah
Cristopher Columbus, barang siapa terpana dengan keindahan pantai, tak akan
pernah berani mendatangi tengah laut, dan tak akan pernah menemukan dunia baru.
Jarak tempuh
dari Ranu Kumbolo ke Cemoro Kandang adalah 2,5KM
Jarak antara
cemoro kandang ke jambangan sejauh 3KM
Jarak antara
jambangan ke Kalimati sejauh 2KM
Begitulah
jarak yang tertuliskan di papan nama yang ditemui di tepi jalan, sekali lagi
itu adalah jarak yang ditarik dengan garis lurus, jadi bukan merupakan panjang
jalan yang akan dilalui.
Track selanjutnya
yang harus dilalui setelah Ranu Kumbolo adalah Tanjakan Cinta dengan kemiringan
sekitar 45 derajat. Pengunjung mesti sedikit
waspada, karena kontur tanah sangat rapuh dan mudah sekali longsor.
Oro-oro Ombo
Oro-oro Ombo
Oro-oro ombo
adalah track yang selanjutnya. Berada
tepat di balik tanjakan cinta. Oro-oro ombo adalah bentangan savana yang sangat
luas, pada saat musim hujan semuanya akan tampak hijau, sedangkan pada saat
musim kemarau semua pemandangan coklat karena rerumputan mengering. Oro-oro
ombo dikelilingi dengan perbukitan dan pegunungan.
Setelah lepas
dari oro-oro ombo kita memasuki hutan cemara. Lebat pepohonan cemara melindungi
kami dari sengatan matahari siang itu. Beberapa rombongan lain yang berangkat
dari Ranu Kumbolo sebelum kami tampak beristirahat sambil bercengkerama dengan
rekan-rekannya. Suasana sejuk dan dingin menyebabkan kantuk. Inilah cemoro
kandang yang berada di ketinggian 2.500 MDPL, surganya hewan-hewan liar. Kalau
anda beruntung, akan menemukan rusa-rusa liar yang tengah berkeliaran, atau
bahkan bertemu macan kumbang yang tengah iseng
berjalan-jalan.
Cemoro Kandang
Bukan hanya
pohon cemara dan pinus saja yang kami temui di cemoro kandang, bebungaan pun
banyak tumbuh dimana-mana, menambah apik pemandangan
alam sekitarnya. Sering kami mendahului pendaki lain yang sedang beristirahat
sambil saling bertegur sapa, sering pula kami di dahului mereka ketika sedang
beristirahat melepas penat dan dahaga, tidak jarang pula kami berpapasan dengan
pendaki yang baru turun dari mendaki
dan bertanya-tanya, “apakah Kalimati masih lama ? berapa lama lagi kira-kira ?
ataupun rame atau tidak di sana ?”,
dan beragam pertanyaan lainnya.
Dua jam lebih
kami menembus hutan cemoro kandang. Jalanan berliku dan terus menenjak.
Debu-debu musim kemarau beterbangan karena terinjak kaki ataupun tersandung
ujung sepatu. Dengan diiringi obrolan-obrolan ringan dan khayalan khayalan
tentang hutan ini, akhirnya kami sampai di pos selanjutnya pada pukul 13:15 WIB,
yaitu pos Jambangan di ketinggian 2600 MDPL.
Jambangan
Tidak jauh
berbeda antara view Cemoro Kandang
dengan Jambangan, sama-sama ditumbuhi tetumbuhan. Jenis tumbuhannyalah yang
membuat kedua tempat ini berbeda jauh. Di jambangan, hampir seluruh jengkal
tanahnya ditumbuhi beragam jenis bunga. Bunga yang paling kontras terlihat
adalah bunga eddelwais, bunga asli
dataran tinggi Brazil. Di musim penghujan, mata akan dimanjakan dengan hamparan
hijau alam yang terjaga dengan
maksimal. Burung-burung beterbangan dengan bebas, aman dari sergapan manusia.
Jambangan adalah pos terakhir yang disinggahi dalam perjalanan menuju Kalimati.
Istirahat di
Jambangan kami cukupkan dengan 25 menit saja, supaya segera tiba di Kalimati
dan mendirikan tenda di sana. Sekitar pukul 13:20 WIB perjalanan kami lanjutkan
menyusuri taman bunga eddelwais yang
sangat indah ini. Tidak butuh waktu lama, setengah jam berlalu dari Jambangan,
kami sampai di Kalimati. Jam sore itu menunjuk pada angka 13:59 WIB
Kalimati
Kalimati adalah pos terakhir sebelum pendakian ke puncak Mahameru. Puncak Mahameru dan lereng terjalnya terlihat dengan jelas dari kalimati. Kalimati terletak di ketinggian 2.700 MDPL, dataran luas nan landai membuat posisinya sangat tepat untuk berkemah. Abu vulkanik sering turun di kawasan Kalimati ini manakala kawah Semeru yang bernama kawah Jonggring Saloka sedang menyemburkan abu vulkaniknya.
Kalimati adalah pos terakhir sebelum pendakian ke puncak Mahameru. Puncak Mahameru dan lereng terjalnya terlihat dengan jelas dari kalimati. Kalimati terletak di ketinggian 2.700 MDPL, dataran luas nan landai membuat posisinya sangat tepat untuk berkemah. Abu vulkanik sering turun di kawasan Kalimati ini manakala kawah Semeru yang bernama kawah Jonggring Saloka sedang menyemburkan abu vulkaniknya.
Pemandangan di
Kalimati sama dengan pemandangan di Jambangan, masih penuh dengan bunga-bunga edelweis. Ada dua kelebihan kalimati
bila dibandingkan dengan Jambangan. Kelebihan pertama, posisi Kalimati lebih
dekat dengan Puncak Mahameru, sehingga pemandangan yang terlihat di Kalimati
lebih macho, lebih membangkitkan
semangat, dan lebih mempesona pastinya. Kelebihan kedua, Kalimati mempunyai
sumber mata air yang dinamakan Sumber Mani, merupakan kabar baik bagi setiap
pendaki yang mulai menipis persediaan airnya.
Tenda kami
dirikan setelah menemukan tempat yang kami rasa cukup nyaman, bersama beberapa
pendaki lainnya. Setelah tenda berdiri, kami segera melakukan solat asar,
disusul dengan mengisi botol-botol air di Sumber mani.
Sumber Mani
Sumbermani terletak sekitar 2KM dari tenda kami di Kalimati. Sayangnya Sumber Mani tidak berada sejalur antara Kalimati dan Puncak Mahameru. Membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk perjalanan pergi dan pulang. Kami tiba di pancuran Sumber Mani pukul 16:57. Ada dua pancuran air di Sumber Mani, pancuran kecil yang tidak pernah berhenti mengalir, tidak perduli siang atau malam, musim hujan maupun musim kemarau seperti saat ini. Hampir semua pendaki yang akan menuju Mahameru mengisi botol-botolnya di sini, karena di sinilah tempat terakhir pengisian air, setelah kali mati tidak adalagi. Botol-botol kami penuh, kamipun segera pulang ketenda. Matahari sore itu tenggelam dengan cepatnya, rungkut belantara Kalimati menambah seram suasana, suara binatang malam terdengar jelas, jangkrik mengerik, anjing menggonggong, kelelawar dan burung-burung malam mulai bermunculan dan beterbangan di angkasa, seakan-akan mencari suara adzan maghrib yang memang tidak terdengar di sana, di Kalimati. Kami tenggelam dalam nikmat sujud Maghrib dan tahiyyat akhir solat Isya’ waktu itu, asik memadu kasih dengan Sang Pencipta Yang Telah Membuat segala sesuatu ada, alam semesta dengan segala keindahannya, ”Inilah hamba-Mu yang kecil, datang menghadap Engkau Yang Maha Besar, dengan segala nista dan kekurangan”. Pukul 20:00 WIB tepat kami sudah terlelap, setelah kekenyangan menghabiskan sisa lontong, ikan sarden, dan tidak ketinggalan mie instan rebus yang menjadi menu wajib kami setiap kali melakukan perjalanan.
Arcopodo
Konon, nama arcopodo diambil dari patung
kembar anak-anak yang terletak di track pendakian.
Kata “arco” merupakan percamaan kata
dari “reco” atau dalam bahasa
Indonesia “arca” atau patung. Rute pendakian resmi yang sekarang tidak melewati
jalur Arcopodo, melainkan melawati jalur lain yang langsung berujung di
pertigaan jalur yang lokasinya berada setelah arcopodo. Banyak pertimbangan
yang menyebabkan jalur arcopodo ditutup,
beberapa diantaranya karena kerusakan parah yang mengakibatkan tanah longsong,
jurang-jurang menganga yang tidak jarang menelan korban, dan juga binatang buas
yang sering menampakkan diri kepada para pendaki pada malam hari.
Pukul 22:15
WIB kami berempat terbangun. Segala perlengkapan sudah tersiapkan sebelum
tidur. Setiap orang wajib membawa dua botol air mineral dengan isi 1,5 liter,
gula untuk menambah stamina, susu, madu, dan camilan secukupnya. Tangan dan
kaki kami bungkus dengan plastik sebelum dilapisi dengan kaoskaki dan
sarungtangan untuk mengurangi rasa dingin yang menyerang. Tenda dan
perlengkapan berat ditinggal di Kalimati. Setelah berdiskusi sejenak, dengan
mempertimbangkan kondisi fisik setiap anggota, kami memutuskan hanya dua orang
yang mendaki ke Puncak Mahameru, Saya dan Woro.
Pukul 22:40
WIB kami berdua memulai langkah pertama, dengan dimulai membaca basmalah dan do’a do’a lainnya.
Perjalanan yang dilakukan hanya dua orang terlalu beresiko, selain belum paham
medan yang akan dilalui, kami juga menghawatirkan resiko bertemu mahluk Tuhan
yang bernama binatang liar, kalau sekedar lewat saja tak masalah bagi kami, tapi kalau sampai menyapa, mengajak kenalan,
apalagi mengulurkan tangan untuk bersalaman, waaah ini yang tidak kami harapkan. Kamipun bergabung dengan
rombongan lain, jumlah kami menjadi 9 orang, ada yang berasal dari surabaya,
ada yang dari Sidoarjo, ada yang dari Jakarta, ada yang dari Klaten, ada yang
dari Jember, ada juga yang dari Palembang dan Kalimantan. Kami berdua
berganti-gantian menjadi pemimpin rombongan karena rombongan yang lain
mempersilahkan kami untuk berjalan di depan. Kami beristirahat ketika badan
mulai lelah, posisi tas mulai tidak nyaman, menguatkan tali sepatu, ataupun
sekedar berhenti untuk menghirup napas dalam-dalam. “Malu beristirahat akan
menggagalkan perjalanan, tidak membantu kawan saat petualangan akan
ditinggalkan di tengah hutan, setan bersama mereka yang mementingkan dirinya
sendiri”.
Dua jam lebih
kami menyusuri hutan, berkali-kali tersandung batu maupun akar, mengikuti
rambu-rambu yang sudah banyak terpasang di pepohonan. Jangan lupa sedia kayu
maupun alat-alat lain yang kokoh, tidak hanya berguna untuk menopang beban
tubuh, tetapi juga untuk melindungi diri dari binatang liar, bukan untuk
menyerang atau membunuh mereka, tetapi sekedar menyingkirkannya saja, membunuh
binatang hanya halal dilakukan dalam
situasi kepepet dan tidak ada lagi
jalan keluar yang bisa dilakukan. Tangan-tangan kami kokoh menarik akar pohon
untuk mengangkat tubuh manakala ada jalanan yang tiba-tiba terhalang batu besar
ataupun 90 derajat menanjak vertikal.
26 September 2015, lereng pasir Mahameru
Pukul
01:10 WIB dinihari, di depan kami, dalam temaram cahaya senter kepala milik Woro Ritno (link) dan juga sinar bulan yang
sangat membantu penerangan tampak sebatang pohon cemara raksasa yang roboh menghalangi jalan. Pohon ini adalah
pohon cemara yang dulu dipanggil mesra dengan sebutan cemoro tunggal.
Beratus-ratus gadis cantik pernah memeluknya atau jangan-jangan juga nekat menciuminya. Yang berdiri kokoh sekarang
adalah pohon cemara lain yang mungkin adalah ahli warisnya.
Cemoro
tunggal adalah gerbang keluar dari hutan pinus yang selama dua jam-an lebih
kami susuri. Juga merupakan gerbang masuk menuju track selanjutnya yang terkenal dengan beragam nama seramnya, ada
yang menyebut dengan lereng pasir, lautan pasir, tanjakan putus asa, tanjakan
5:3 dan lain sebagainya. Track ini
menurut kami adalah yang paling menangtang, paling sulit, paling membahayakan,
dan paling melelahkan dibandingkan dari rute-rute yang kami lalui sebelumnya. Track berpasir ganas dengan kemiringan
sekitar 60 derajat atau bahkan lebih, setiap kali kaki melangkah satu langkah
akan selalu mundur sejauh setengah langkah, berarti dalam lima langkah kaki
sebetulnya kita baru melangkah sebanyak tiga langkah saja, terkadang kami harus
merangkak untuk menghindari terjengkang ke
belakang. Kewaspadaan adalah kunci utama keselamatan, mata harus selalu menatap
ke depan karena tak ada yang tahu kapan bebatuan besar akan rontok
menggelinding ke bawah, telinga harus tajam mendengar sinyal adanya aba-aba
batu rontok dari pendaki di atas kita, kaki dan tangan harus lincah menghindar
menjauh dari bebatuan yang rontok, mulut harus sigap menyampaikan ulang aba-aba
rontok kepada para pendaki di bawah kita, oleh karena itu tidur di tengah track pasir ataupun duduk melamu
menghadap kebawah merupakan tindakan yang diharamkan nomor-dua (karena
membahayakan diri sendiri), setelah menginjak batu (karena mengakibatkan
longsor dan membahayakan diri dan jiwa orang lain).
Pendakian
Mahameru tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik saja, melainkan juga
mumbutuhkan persiapan mental. Kadar oksigen di titik tinggi sangatlah kurang,
berbeda dengan jumlahnya yang melimpah di dataran normal, angin kencang
bertiup, menambah dingin suhu udara yang mencapai suhu 5 derajat celsius. Dalam situasi seperti ini, sering
kami berpapasan dengan para pendaki yang memilih turun sebelum mencapai puncak
Mahameru. Alasan yang mereka utarakan beragam, ada yang kecapean, ada yang
merasa pusing, ada yang kedinginan, dan beragam alasan lainnya. Sejujurnya
kamipun merasakan hal yang sama, namun dengan segenap upaya, kami berusaha
mengalahkan kelemahan-kelamahan diri dan meningkatkan ketahanan tubuh kami
melebihi batas kemampuan yang sesungguhnya. Pedoman kami. “kalau mereka bisa,
kamipun harus bisa”, dan juga “perjalanan ini bukanlah perjalanan terakhir,
masih ada banyak perjalanan yang lainnya”.
Pukul 04:45
lebih 4 detik WIB kami mendirikan solat subuh. Cara bersuci yang kami lakukan
sangat kontroverial, tidak seperti
pada umumnya yang telah diajarkan guru ngaji
kami. Suhu udara sangat dingin, kami tidak berani melepaskan jaket atau sekedar
menggulung lengannya, mudorot atau celaka yang timbul dengan
melepas jaket kami rasa akan sangat besar. Dengan keyakinan penuh, kami usapkan
debu ke muka dan lengan jaket kita seperti orang bertayammum, tapi tetap dengan memakai sarung tangan, hal ini pun kami
bayangkan dalam hati kami supaya lebih meyakinkan lagi. Solat pun kami lakukan
dengan berdiri menghadap arah yang juga kami
yakini merupakan arah kiblat, tidak memungkinkan bagi kami untuk duduk tahiyyat ataupun duduk diantara dua
sujud, apalagi jika harus bersujud menghadap arah kiblat, kemiringan tebing
pasir lebih dari 60 derajat bung, bisa-bisa
kami nggelundung kebawah kalau
memaksakan diri untuk bersujud, apalagi arah kiblat saat itu membelakangi arah
puncak gunung.
Puncak Mahameru
Usaha kami
tidak sia-sia, setelah bertarung dengan lautan pasir selama lebih dari empat
jam, pukul 05:18 lebih 26 detik kami sampai di puncak Mahameru. Beberapa orang
merangkul kami, kamipun saling berpelukan erat. Sinar mentari pagi yang
kemerahan mempertampan wajah kami yang tak kalah tajam sinarnya, pancaran
kegembiraan, juga syukur kepada Tuhan atas kesempatan yang diberikan. Cuaca
pagi itu sangat cerah, udara tenang, angin serasa tak berhembus, lautan awan yang terhampar hingga batas terjauh mata
memandang mendadak berhenti bergelombang, warna putihnya yang merupakan lambang
kesucian berbaur dengan rona merah sinar Sang Surya. Beberapa pendaki yang telah
sampai sebelum kami tampak bahagia sekali, tertawa riang dan tak sadar bila
buliran air mata perlahan keluar mengalir ke pipi, entah disebabkan karena rasa hati yang dipendam, ataukah karena kelilipan pasir di lereng Mahameru yang
banyak berterbangan ? entahlah, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
Di sebelah
utara kami, tampak kawah Jonggring Saloka diam dengan anggunnya, diam yang
menyeramkan, diam yang mematikan. Banyak pendaki yang tak sadar, bahwa kapanpun Tuhan mau Dia bisa menghabiskan mereka
dengan gas beracun yang keluar 15 menit sekali dari perut kawah Jonggring
Saloka ini. Suara bergemuruh seperti guruh
terdengar kencang mengiringi gas beracun yang keluar dari mulut kawah
menuju arah timur, mengikuti angin berhembus. Kami beruntung karna pada saat itu alam memihak kepada kami dengan
tidak menghembuskan angin ke arah selatan yang merupakan posisi kami, para
pendaki berada.
Puncak
mahameru yang selama ini membuat kami penasaran kini sudah tersampaikan
bersamaan dengan ucapan salam para sahabat kepadanya yang juga telah kami
sampaikan. Puncak mahameru yang selama ini kami lihat dengan leher mendongak, kini tak setinggi kedua bola
mata kami yang sedang bersukur memandangi keindahan karya Sang Ilahi.
Turun ke Kalimati
Perjalanan
turun menuju kalimati tidak selama ketika mendaki. Hanya butuh waktu sekitar 2
jam saja dengan melalui rute yang sama. Pasir-pasir tebal yang semalam menjadi
musuh, kini sangat bersahabat. Kami bisa berlari kencang menuruni lereng,
melompati bebatuan terjal yang berserakan. Pemandangan alam pagi itu sangat
indah dan menakjubkan.
Ranu Regulo
Ranu Regulo terletak sekitar 10
menit dengan berjalan kaki dari ranu pani. Air di ranu regulo masih sangat
bersih dan terjaga, tidak jauh beda dengan ranu Kumbolo. Tepian danau sering
juga dipakai untuk mendirikan tenda kemah. Jarang pendaki yang mengetahui
tempat ini, selain karena letaknya yang tersembunyi, juga mungkin karena
minimnya informasi, padahal sudah terdapat papan penunjuk jalan di sana. Salam
lestari.
Jember 12 Oktober 2015. 23:14 WIB
Rute Baru Dari Kalimati Ke Puncak Mahameru
Lokasi Perkemahan terakhir untuk para pendaki sebelumnya difokuskan di arcopodo, namun karena berbagai alasan yang telah disebutkan sebelumnya perkemahan terakhir dipindahkan ke kalimati. tentu saja hal ini memperpanjang rute yang berdampak pada lama waktu tempuh menuju puncak mahameru. Dari arcopodo ke puncak mahameru membutuhkan waktu sekitar 4,5 jam, sedangkan dari kalimati ke puncak mahameru membutuhkan waktu sekitar 7 jam.
Rute baru ini tidak melewati arcopodo, akan tetapi menyimpang dan langsung tembus ke daerah di atas arcopodo. Tanda-tanda penunjuk rute banyak dipasang, diantaranya tiang kuning, dan ada juga tali temali yang menuntun ke arah rute yang benar. Rute yang baru dibuat ini jauh lebih baik dan lebih nyaman jiga dibandingkan dengan rute semula yang melawati Arcopodo. selain itu, rute yang baru ini memangkas cukup banyak jarak tempuh. Dari Kalimati, para pendaki yang akan menuju puncak mahameru biasanya berangkat pukul 23:00 untuk bisa menikmati keindahan sunrise di puncak mahameru. Perlu diingat, pendaki harus turun dari puncak mahameru sebelum jam sembilan pagi, karena arah angin yang membawa gas beracun kawah Mahameru menuju ke lokasi puncak mahameru.
Jember, 13 Oktober 2015, 13:34 WIB.
Tips dari kami, pengunjung sebaiknya membawa:
Gapura Masuk TNBT. Semeru
Rute Baru Dari Kalimati Ke Puncak Mahameru
Lokasi Perkemahan terakhir untuk para pendaki sebelumnya difokuskan di arcopodo, namun karena berbagai alasan yang telah disebutkan sebelumnya perkemahan terakhir dipindahkan ke kalimati. tentu saja hal ini memperpanjang rute yang berdampak pada lama waktu tempuh menuju puncak mahameru. Dari arcopodo ke puncak mahameru membutuhkan waktu sekitar 4,5 jam, sedangkan dari kalimati ke puncak mahameru membutuhkan waktu sekitar 7 jam.
Rute baru ini tidak melewati arcopodo, akan tetapi menyimpang dan langsung tembus ke daerah di atas arcopodo. Tanda-tanda penunjuk rute banyak dipasang, diantaranya tiang kuning, dan ada juga tali temali yang menuntun ke arah rute yang benar. Rute yang baru dibuat ini jauh lebih baik dan lebih nyaman jiga dibandingkan dengan rute semula yang melawati Arcopodo. selain itu, rute yang baru ini memangkas cukup banyak jarak tempuh. Dari Kalimati, para pendaki yang akan menuju puncak mahameru biasanya berangkat pukul 23:00 untuk bisa menikmati keindahan sunrise di puncak mahameru. Perlu diingat, pendaki harus turun dari puncak mahameru sebelum jam sembilan pagi, karena arah angin yang membawa gas beracun kawah Mahameru menuju ke lokasi puncak mahameru.
Jember, 13 Oktober 2015, 13:34 WIB.
Tips dari kami, pengunjung sebaiknya membawa:
- Beras secukupnya
- Lontong yang dibungkus plastik, karena lontong tahan lama & sebagai pengganti nasi
- Lauk pauk yang tahan lama, misalnya sarden, abon, sosis, sambal kacang, dll
- Kompor lapangan (portable)
- Coklat batang untuk menambah energi
- Gula pasir dan gula merah
- Susu
- Madu
- Obat-obatan
- kantong plastik untuk membungkus tangan dan kaki, setelah itu dilapisi sarung tangan dan kaos kaki. Ini sangat efektif menanggulangi dingin Semeru.
- Batray cadangan untuk mengisi ulang alat penerang.
- Perlengkapan yang wajib dibawa dan akan diperiksa oleh tim penjaga semeru ada di link ini, silahkan klok warna biru www.bromotenggersemeru.org
Koleksi Foto kami
Berangkat Solat Idul Adha di Senduro
Gapura Masuk TNBT. Semeru
Di Desa Pani
Ranu Pani
Gerbang Masuk Pendakian Gunung Semeru, Menuju Ranu Kumbolo lewat sini
Landengan Dowo
Watu Rejeng
Ranu Kumbolo
Tanjakan Cinta, "jangan menoleh kebelakang"..hehhe
Oro-oro Ombo
Di depan kami adalah oro-oro ombo
9 comments
Wahhhh, keren mas amir
Makasi uda berbagi, kali aja temanmu ini bisa nyampe juga :-)
kereeennnn
terimakasih bang Sutan...ayo berkunjung, mumpung lagi di Surabaya.. heheh
pasti bisa mbak... langsunng aja ajak yang laen,, hohoho
maturnuwun bang Oriet,,, jangan "kerennya" ust Anwar zahid yoo.. hohoho
Baguss bang, kapan ya aku bisa di ajak kesana.
kereeeenn .. (y)
Perjalanan yang penuh kenangan indah, keren, Mas Emir (M. Yunus)
EmoticonEmoticon