Saturday, October 17, 2015

JANGAN TAKUT, RASA TAKUT HANYA AKAN MEMBUNUH POTENSI KITA

Tags



                Berjalan ditengah kabut belerang kawah ijen Bondowoso untuk saat ini bukanlah hal yang susah bagi sahabat saya sekaligus guru kehidupan saya yang sering saya panggil Bang Dwi. Hari itu  tanggal 16 Mei 2015. Sebelum tanggal di hari bersejarah itu dia tidak pernah satu kalipun menikmati indahnya blue fire kawah ijen Bondowoso meskipun sudah menyapa pintu gerbang wisata Kawah Ijen.
                Tidak ada hal baru dalam teknik, juga tidak ada perlengkapan baru yang lebih canggih, juga tidak berkaitan dengan fisik yang lebih prima. Peletupnya sederhana, percakapan ringan antara saya dengannya yang masih saya ingat betul hingga sekarang.

                “Bang Dwi, kalau sampean pada saat ini tidak berani turun ke dasar menuju lokasi blue fire kawah ijen , maka selamanya sampean tidak akan pernah berani turun dan menikmati keindahannya,”, kata saya mulai mengintimidasinya. “Saya tidak berani bro, kalau ada apa-apa nanti siapa yang mau bertanggungjawab”, dia balik bertanya. “ Yang bertanggungjawab nanti saya, dan kawan kawan kita yang lainnya”, kata saya mencoba memantapkan hatinya. Pada saat itu memang saya berangkat dengan lima sahabat saya , Dwi, Woro, Hadi,  dan Nuha.
                Benar saja, Dwi berani mencoba. Dengan memaksakan dirinya dengan segenap upaya dan usaha. Akhirnya, gangguan asma yang kadang-kadang kurang ajar datang bisa dikalahkan, hingga sekarang.
                Jauh sebelum kejadian ini tepatnya di tanggal 18 Oktober 2014 sayapun pernah mengalami kejadian yang sama. Penanjakan 1 Bromo yang terkenal dengan keindahannya merupakan tujuan kami pada saat itu. Saya pergi berlima dengan sahabat-sahabat, saya, Woro, Ridwan, Siska, dan Vivi. Pertama kali kami tiba langsung mencari informasi tentang track dan medan jalan yang akan kami lalui. “lautan pasir tebal dan susah dilalui”, begitu gambaran rute yang ditunjukkan oleh warga lokal.
                Begitu mendengar penjelasan warga tentang beratnya medan dan banyaknya wisatawan yang gagal sampai dan menikmati pemandangan, langsung saja mental kami jatuh, down. Beberapa dari kami mamaksakan untuk tidak usah melanjutkan perjalanan, medan berat, kendaraan pribadi kami yang berupa sepeda motor tidak mungkin sukses menaklukkannya. Pendapat mereka hampir saja mempengaruhi seluruh anggota lainnya.
                Pada saat seperti itu saya berfikiran lain dari mereka, saya memberanikan diri untuk berpendapat, “ teman-teman, kita sekarang sudah berada di kawasan Bromo, jarak kita ke penanjakan 1 lebih dekat jika dibandingkan dengan perjalanan pulang ke Jember”, kata saya berapi-api, “Tujuan kita sudah dekat, kita tidak tahu bagai mana kerasnya track lautan pasir di depan kita, ketakutan kita hanya bersumber dari pendapat  orang dan “katanya, katanya, katanya”, kobaran api jiwa saya lebih panas dari api unggun kami malam itu, saya melanjutkan, “tidak pantas kita menakuti sesuatu yang belum terjadi, ayo kita coba dulu, kalau toh ternyata nanti kita tidak sanggup, kita akan kembali, dan kesini lagi dengan kendaraan yang lebih tangguh lagi”, kata saya menutup pendapat malam itu. Teman-teman saling berpandangan dan akhirnya pada tersenyum lalu menganggukkan kepala dan serentak berkata, “oke, mari kita coba!!”, dengan penuh kemantapan. Pagi itu jam 2 pagi kami berangkat mengalahkan lautan pasir bromo, kami menang dan sukses menikmati keindahan sunrise dari penanjakan 1, yang lebih surprise lagi karena ternyata rutenya biasa-biasa saja.
                Saya jadi ingat betapa mental barrier sering menghalangi langkah kebanyakan kita untuk maju. Barrier ini muncul ketika kita ingin melakukan hal baru yang menantang, seperti ingi bicara di depan public, ingin mengungkapkan rasa cinta pada seseorang, ingin menyampaikan aspirasi, ingin menulis buku dan lain sebagainya.
                Sebuah pesawat supersonic memerlukan energi luarbiasa untuk bisa menembus kecepatan suara (1000 km/jam=Mach 1). Biasanya mesin jet melepaskan energi dahsyat, mirip suara ledakan, yang bisa disebut after-burn sehingga sound barrier bisa ditembus dengan cepat.
                Semakin cepat semakin baik, karena terbang pada kecepatan yang sama dengan kecepatan suara sangatlah riskan; pesawat akan mengalami getaran luar biasa. Katanya, setelah kecepatan suara dilewati, terbang menjadi sangat mulus, hening tanpa suara.
                Sama dengan pesawat tempur, kalau kita menghadapi sound barrier, kumpulkan energi, do your after burn, breaking your sound barrier then everythingwill be perfectly fine. Setelah itu, serahkan semuanya pada Allah saja. Seandainya hari itu kami kalah oleh rasa takut kami, maka tidak akan pernah ada foto-foto indah di bawah ini . Jember 16 Oktober 2015, 05:27 WIB



Malam Hari di samping tenda


Lautan Pasir Bromo





kawah wurung Bondowoso



Blue Fire kawah Ijen


2 comments

Makasih bang.
Jika tidak ada sampean dan kawan-kawan pasti saya tidak akan menikmati indahnya bluefire..
Terimakasih pengalamannya...


EmoticonEmoticon

Info Amirenesia