Puncak Gunung
Semeru merupakan dataran tinggi yang cukup populer di telinga para pecinta
adventuring. Letaknya yang fenomenal di kuadran 3671 MDPL memposisikannya
sebagai kaki langit tertinggi di pulau jawa.
Ratusan hari memendam kerinduan, pengharapan untuk berjumpa,
menggerakkan hati dan otak untuk menghipnotis
otot tubuh dan seluruh persendian agar giat berlatih supaya bisa bertemu sang
kekasih, maha meru yang katanya tempat singgah para dewa.
Bukan sebuah
prestasi yang dicatatkan dalam rekor MURI hanya karena berhasil menggapai
puncak tertinggi jawa ini, bukan. Apalagi dicatatkan dalam daftar orang-orang
hebat dan kuat di seluruh bumi, sama sekali bukan. Dan mungkin hanya saya
sendiri yang mengganggap ini sebagai prestasi, lebih tepatnya prestasi pribadi.
Bayangkan
saja, seonggok daging bernyawa berbalut kulit sawo matang yang egois ini
berusaha keras untuk menaklukkan egonya. menjalankan saran-saran orang untuk
berlatih berbulan-bulan, lari pagi, lari sore, push up, sit up dan beragam
latihan fisik lainnya. Lebih susah lagi berlatih melebarkan kuping, melapangkan
hati, membuka pikiran untuk memasukkan semua saran yang kemudian disortir satu
persatu oleh mahluk Tuhan yang mengaku bersifat paling rasional, yaitu akal.
Belum selesai
disitu saja. Perjalanan melelahkan Jember-Lumajang; terjalnya jalan setapak
yang menghubungkan Desa Pani dengan Ranu
Kumbolo; dingin malam Ranu Kumbolo yang mencekam; panas terik matahari oro-oro
ombo, cemoro kandang, Jambangan, hingga kali mati; lubang-lubang lebar menganga
di gelap malam Arcopodo yang menunggu korban; bentangan pasir selimut Mahameru
yang miring sekitar 60 derajat sampai puncak, melangkah lima langkah tapi
mundur lagi tiga langkah ditambah bebatuan raksasa yang siap menggelinding
kapanpun Tuhan menitahinya atau bahkan menghantam kepala siapa saja yang sudah
dituliskan takdir baginya untuk dikenainya; kesemuanya itu merupakan training singkat meningkatkan kesabaran,
ketelitian, kewaspadaan, kepedulian kepada sesama, ketahanan tubuh, dan beragam
karakter tangguh yang akan semakin mantap jika terus dikembangkan pasca
pendakian.
Prestasinya
bukan terletak pada “sampai di puncak semeru di jam 05:26, pada sunrise 26
September 2015” yang lalu. Prestasinya terletak pada “usaha mengalahkan ajakan
nafsu untuk menyerah dan turun menikmati keindahan sunset ranu kumbolo sebelum
sempat merasakan hangat mentari pagi di puncak mahameru”. Kamu adalah apa yang
kamu pikirkan, kalau kamu berpikir bahwa kamu bisa, maka kamupun akan bisa.
Puncak semeru yang biasa dilihat dengan mendongakkan kepala, kini tak lebih
tinggi dari dua bola mata yang meneteskan airmata, takjub kagum pada Sang
Pembuatnya. Jember, 5 Oktober 2015
2 comments
so, ready to where ?
Letss gooool !!!!
EmoticonEmoticon