Belitang
3. Semilir angin malam ini lembut menemani tarian jemari di atas kotak-kotak dance keyboard. Dua lagu karangan Wandra
tak terasa sudah berlalu bersama dengungan nyamuk yang beterbangan di sekitar
mencari lokasi yang pas untuk
mendarat dan melampiaskan nafsu laparnya. Di kejauhan, lamat-lamat terdengar suara Iqomah yang menandakan dimulainya
jama’ah sholat Isya’.
Malam-malam
di Desa Sukanegara yang masuk dalam kawasan Kecamatan Belitang 3, Kabupaten OKU
Timur, Provinsi Sumatera Selatan memang dapat dibilang sepi. Masyarakat desa
lebih memilih untuk berdiam di rumah, berkumpul bersama keluarga, daripada
bergerombol di rumah-rumah tetangga, meskipun ada beberapa orang yang mempunyai
hobi kumpul-kumpul di pinggiran jalan yang kami sebut dengan cangkrukan.
Entah
sejak kapan kebiasaan dan tradisi cangkrukan
ini dimulai. Tidak perlu terlalu banyak mengetahui asal-usulnya, toh ini-pun
tidak menjadi salah satu bahan pertanyaan yang bakal diajukun oleh munkar-nakir di dalam kubur nanti.
Baik
masyarakat yang memilih diam dalam rumah bersama keluarga, maupun mereka yang
memilih untuk cangkrukan bersama
teman dan kolega, masing-masing mempunyai hujjah
dan alasan yang menjadi dasar dari perbuatan mereka. Jadi tidak usah
memancing-mancing timbulnya pro-kontra di tengah masyarakat dengan menanyakan,
“mana yang lebih baik antara berkumpul dengan keluarga ataukah cangkrukan bersama teman dan kolega ?”.
keduanya sama-sama makhluk Tuhan yang diciptakan dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Pertanyaan
dan pernyataan dengan grand tema perbandingan
antara dua hal atau lebih seringkali menyisakan sesal dan sakit hati. Misalkan saja
pertanyaan mana yang lebih baik antara pacarmu yang pertama atau pacarmu yang
kedua. Antara pacar pertama dan pacar kedua pasti mempunyai sifat dan karakter
yang berbeda, pun mereka punya
kebaikan yang berbeda dan keburukan yang berbeda pula.
Begitu
pula pernyataan orang tua yang mengatakan bahwa anakku yang pertama lebih baik
dari pada anakku yang kedua, ketiga dan seterusnya. Usut punya usut, ternyata anak pertama sering
memberi uang, barang-barang dan beragam fasilitas kepada orangtuanya, sedangkan
anak yang nomor dua tidak, karena memang berkendala dari segi ekonomi. Untuk menafkahi
anak-anaknya saja kurang, apalagi harus
diberikan lebih banyak kepada orang tuanya.
Ahh,,
saya mah belajar untuk menikmati
bintang-bintang dalam keberaneka- ragamannya tanpa membanding-bandingkan
bintang yang itu lebih terang, bintang yang di sana lebih besar, bintang yang
itu lebih merah, dan lain sebagaimana. Juga nggak
bawel dengan membanding-bandingkan satu pohon kelapa dengan pohon kelapa
yang lainnya, yang sana lebih tinggi, yang situ lebih ranum, yang situ lebih
basar, dan lain sebagainya. Antara satu bintang dengan bintang yang lain,
antara pohon kelapa yang satu dengan yang lain memiliki ke-khasannya masing-masing. Jadi tidak usah dibanding-bandingkan.
Begitu
pula, jangan pernah membandingkan saya dengan apapun, dengan siapapun, tolong
jangan pernah. Rabu, 22 Juli 2015; 21:46 WIB
EmoticonEmoticon