Idealisme dalam diri seseorang ibarat nyawa di dalam tubuh. Tubuh tanpa nyawa akan kehilangan fungsi kesejatiannya. Seseorang tanpa idealisme akan kehilangan harganya. Demikian pentingnya nilai sebuah idealisme. Idealismelah yang menentukan arah bahtera perjuangan mengarungi laut kehidupan.
Lahir
dan dibesarkan dalam lingkungan santri memiliki peran penting dalam pembentukan
minsed idelogi kita. Tanpa membutuhkan
pengukuhan ataupun surat keputusan (SK), kita merasa memiliki tanggungjawab
untuk mengkampanyekan ideologi religiusitas. Mempromosikan nilai-nilai agama
dalam setiap tapak lini perjuangan.
Dalam
hal ini kita memilih jalur tengah yang dalam Al-Quran diperkenalkan dengan istilah
“ummatan wasathon”, atau “kaum tengah”. Kita mencintai ide-ide maupun doktrin
ajaran agama cinta yang menginginkan ending setiap perjungannya adalah cinta. Tentu
saja hal seperti ini sangat berat. Menjadi “kaum tengah” tidak berarti netral
dan buta terhadap salah dan benar. Justeru menjadi kaum tengah dituntut untuk
selalu mengedepankan kebenaran tanpa memandang latarbelakang organisasi, madzhab, suku, ras atau agama seseorang
sekalipun.
Tidak
jarang ide-ide yang disampaikan mendapat apresiasi dan sorak kegembiraan dari
mereka yang merasa sama sepemahaman. Namun tidak jarang juga dipojokkan dan
disudutkan oleh mereka yang merasa risih ataupun prihatin terhadap gagasan yang
disampaikan. Semua itu tidaklah menjadi masalah karena yang dicari bukanlah
tepuk tangan dan sorak-sorai pujian.
Sumber photo: murfittsindustries.com |
Tidak
jarang pula orang yang semula menyetujui dan memuji-muji dan pada saat yang
lain berubah membenci bahkan memusihi. Kadang kala kita menjadi sasaran ‘kaum
kiri’, kadang kala kitapun diserang habis oleh mereka yang merasa sebagai ‘orang
kanan’. Pun itu semua bukanlah masalah karena kita tidak dituntut untuk membuat
semua orang untuk mencintai kita. Toh mereka yang membenci tidaklah berguna
ketika disodori beribu pembelaan dari kita.
Life must go on, kan ? .
Satu
hal yang harus terus kita lakukan adalah terus meningkatkan diri dengan cara
menambah bacaan. Bahan bacaan bukan hanya tulisan dalam buku maupun rentetan
kalimat dalam lembara-lembar tercetak, melainkan semua pelajaran yang
disampaikan Tuhan melalui ayat-ayat semesta. Lagian, semua orang adalah guru dan alam raya adalam sekolah yang
lengkap dengan bangku, meja dan segala aksesorisnya.
Kalau ditanya mengenai masa
depan: salah satunya semoga Allah mempermudah kita untuk membuat sebuah lembaga pendidikan yang menampung segala
jenis keilmuan tanpa membedakan ini ilmu agama, itu ilmu umum, itu ilmu sosial,
itu ilmu sains. Karena hakikat semua keilmuan adalah sama, sejenis, yang
bersumber dari Tuhan melalui agama yang Dia ciptakan. Insyaallah jalan ini
masih sama hingga detik 1 syawwal 1438H/ 25 Juni 2017 ini. Kadang menapak, kadang lurus, dan kadang berliku. Kadang turun, kadang menanjak, kadang berlubang dan menghentak. tapi tenang saja menghadapi itu semua jika kita sudah menganggapnya inilah jalan yang benar.
*Jika berkenan ubahlah kata kita menjadi saya (penulis). Wallahu alam. 01:50 WIB, Darul Hikmah
1 comments so far
Islam sdh menyempurnakan setiap pilihan manusia sejak dari awal, ia adl rahmat bagi semesta. Manusialah yg akhirnya mengkategorikan jalan kanan, kiri, atau tengah. Bukankah toleransi dan saling menghargai esensinya adl dasar? Selamat merayakan jalan yg dipilih :)
EmoticonEmoticon