Sunday, May 24, 2015

POLITIK "DOSO MUKO" DAN PEMILU: SEKEDAR BAYANGAN SAJA

Tags

             
  Indonesia, Sebuah negeri yang kaya akan suku dan budaya. Saking kayanya hingga saat ini belum ada kepastian yang valid mengenai berapa banyak jumlah suku dan kebudayaan yang ada. Begitu juga dengan dinamika perpolitikan yang luarbiasa serunya, Bhinneka Tunggal Ika, seberapapun banyak  partai politik yang ada, tetap harus menggunakan satu cara, politik “doso muko” namanya.
                Masih ingat dengan doso muko ?
                Seorang tokoh “wayang” yang terlahir dengan sepuluh muka, dalam bahasa jawa kuno kata “doso” berarti sepuluh dan kata “muko” berarti muka/wajah. Untuk mengendalikan pergantian wajahnya yang kerap berganti sendiri secara tiba-tiba, seorang resi memerintahkan doso muko untuk bertapa selama 50 tahun lamanya, dan hasilnya Si Doso Muko betul-betul bisa mengendalikan pergantian wajah sesuai dengan keinginannya.
                Hal ini sangat luar biasa, luar biasa menakutkan, luarbiasa berbahaya.
                Dengan kemampuan yang dimiliki Doso Muko bisa merubah wajahnya dalam bentuk apapun yang disukai. Doso Muko yang memiliki sifat asli jahat bisa dengan mudah menjelma menjadi sosok manusia yang dikenal baik oleh masyarakat. Kemampuan ini tidak menjadi masalah ketika dimanfaatkan untuk berbuat hal-hal yang mulia dan bermanfaat, namun pada kenyataannya kemampuan ini dimanfaatkan untuk memenuhi ambisi pribadi yang tidak memperdulikan akibat kerusakan yang bakal terjadi, yang penting dirinya untung, tak masalah orang lain rugi.
                Tampaknya politik model begini menjadi gaya, tradisi, dan sunnah yang berlangsung hingga kini. Doso Muko dengan kepiawaiannya menyamar pandai sekali mengambil hati dan menarik simpati. Teknik dan metode apapun di tempuh demi tercapainya ambisi, janji-janji palsu, suap-menyuap, dan sogok menyogok bukan lagi hal tabu bagi mahluk-mahluk ini
Jika dulu jin, setan, wewegombel, kuntilanak, dan beragam hantu jahat lain dikenal senang menghuni pohon-pohon besar, rumah-rumah kosong, tempat-tempat sepi dan kerap menampakkan diri di malam hari untuk menakut-nakuti, kini hal itu tak berlaku lagi bagi mereka, bukan hanya pohon-pohon besar yang dihuni, namun juga tiang listrik, traffic lamp, dan juga sekitaran tempat ibadah, bahkan mereka tak segan menampakkan diri di siang bolong di tempat-tempat keramaian seperti pasar, lapangan, bahkan perempatan jalan. Apalagi menjelang masa pemilu seperti ini, hmmmm, waktu-waktu ini yang paling mereka mau.

                


EmoticonEmoticon

Info Amirenesia