Tidak
bisa dipungkiri bahwa perkembangan cara berfikir manusia akan bertambah dengan pertambahan
usia serta semakin banyaknya pengalaman hidup. Saya ingin anda semua untuk
menyelam sebentar berkeliling ke dasar samudra kehidupan masa lalu, ingatlah
kembali apa-apa yang pernah anda alami di setiap fase-fase kehidupan dalam
setiap tahapan usia; usia satu tahun bisa berbuat apa saja, usia dua tahun bisa melakukan apa, usia tujuh tahun
memiliki prestasi apa, usia empat belas tahun sudah menyumbangkan apa saja,
hingga sekarang sudah berhasil menjadi apa? Pun jika dahulu anda memiliki satu,
dua, puluhan
atau bahkan jutaan cita-cita, sudahkah cita-cita itu terlaksana
semuanya ? jikapun belum terlaksana semuanya, “kira-kira” berapa persen yang
sudah terlaksana ?
Menyelamlah lebih dalam dan telitilah apapun yang ada di
dasar samudera pemikiran anda dan temukan, apakah diri anda sekarang,
pemikiran-pemikiran anda, tingkatan hidup anda, keimanan anda yang sekarang
sudah lebih baik dari sebelumnya? Karena “sesiapa yang hari ininya lebih baik
daripada hari kemarin maka dialah orang yang beruntung, sesiapa yang hari
ininya sama dengan harinya yang kemarin maka dia adalah orang yang merugi, dan
sesiapa yang hari ininya lebih buruk dari hari kemarin maka dia adalah orang
yang terlaknat” (Al-hadis).
Mari kita satukan persepsi dan pemikiran dengan berangkat
bersama menuju permukaan samudra melalui sebuah ayat motivasi “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah” (Al-Imron:110). Ayat ini dengan gamblang dan tegas
memproklamirkan bahwasanya “Umat Islam adalah ummat yang terbaik”, tidak
penting dari suku apa, dari golongan apa, dari bangsa mana, ataupun dari kelompok Islam yang mana, yang
penting beragama Islam maka dia masuk kedalam golongan umat yang terbaik. Menyikapi
ayat ini jangan lantas kita sebagai muslim berbangga diri. Pemaknaan dan
penggunaan ayat sepotong-sepotong sering kali akan menyesatkan jalan hidup
manusia. Kiranya kita lebih bijak bersabar untuk melanjutkan membaca kalimat
selanjutnya yang merupakan prasyarat untuk disebut umat terbaik, yaitu umat
yang “menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah”.
Di
sisi samudera yang sama kita akan menemukan sebuah ayat yang berbunyi “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk” (Al-bayyinah:7). Dua hal yang
harus kita pahami, harus kita mengerti, yang selanjutnya harus kita laksanakan
untuk bisa lulus dengan mendapat predikat “sebaik-baik mahluk”, atau mahluk
yang paling baik dari seluruh mahluk, yaitu “iman” dan “amal saleh”.
Pengaplikasian kata “iman” dalam kehidupan sehari-hari lebih dalam dari sekedar
percaya bahwasanya Allah adalah Tuhan dan Muhammad S.A.W adalah nabi utusan
Tuhan. Jika anda memaknai kata “iman” hanya sebatas pada kesaksian atas
ketuhanan Allah dan kenabian Muhammad, maka cukuplah tingkatan anda hanya
sebatas pada posisi “Muslim” atau orang yang beragama Islam. Samudra makna
“iman” jauh lebih luas dari itu semua, bahkan hingga ke taraf “berserah diri,
tunduk, patuh kepada seluruh perintah dan titah yang diserukan Allah”.
Sedangkan “amal soleh” adalah kebaikan-kebaikan yang didasarkan pada
aturan-aturan yang telah digariskan oleh Allah. Pada hakikatnya Allah hanya
menyuruh kepada kebaikan, maka seluruh kebaikan yang ada pada intinya berasal
dari Allah. Sudahkah kita beriman? Sudahkah kita beramal saleh? Pantaskah kita
menyandang predikat “sebaik-baik mahluk”?
Bukan hanya hadis dan ayat Al-qur’an di
atas saja yang menyampaikan perintah untuk menjadi muslim paling baik dan
paling maju. Hadis lain yang sangat fenomenal menyebutkan bahwa “mukmin yang
kuat lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah”. Pemaknaan dari kata
kuat tidak sebatas pada kekuatan otot dan kekuatan fisik saja, akan tetapi juga
kekuatan iman, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan sosial, kekuatan
budaya, kekuatan keamanan maupun kekuatan pertahanan. Apa bila kita sudah
beriman dengan sebenar-benarnya iman, hal apapun yang kita urusi akan selalu
kita lakukan berlandaskan pada keimanan kepada Allah SWT.
Pertanyaan paling mendasar yang harus
selalu kita ajukan kepada diri kita sendiri adalah, “sudahkah kita beriman
dengan sebenar-benarnya iman?”. Jika takaran keimanan kita belum memuaskan maka
ikuti petunjuk Allah melalui ayat “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa (Al- Imron:133)
EmoticonEmoticon