Jumat, 22 Mei
2015. Perkuliahan Mata kuliah Etika Profesi Hukum pada hari kamis, 21 Mei
2015 pukul 18.00 WIB diisi oleh bapak
Dr. NG. Jadwal mata kuliah ini sebenarnya setiap hari Rabu
pada jam yang sama, namun karena ada jam mengajar yang tidak beliau hadiri maka
hari itu dijadikan sebagai pengganti.
Dalam
pertemuan kali ini beliau membahas tentang persamaan dan perbedaan antara
etika, agama, dan hukum. Pembahasan diselesaikan satu-persatu dan
point-perpoint, mulai dari poin-poin persamaan juga poin-poin perbedaan antara
ketiganya. Tidak lupa beliau menanyakan kepahaman mahasiswa terhadap materi
yang dibahas, namun tidak ada pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa, menunjukkan
bahwa mereka semua paham.
Hingga tibalah
pada pembahasan point perbedaan antara etik profesi, agama, dan hukum. Beliau
menjelaskan satu persatu. Dalam penjelasannya, beliau menerangkan bahwasanya
penegak (orang/sesuatu yang membuat berjalannya dengan baik suatu aturan) etik
profesi adalah organ/badan yang ditunjuk oleh komunitas profesi tertentu.
Contohnya dalam profesi dokter di Indonesia, maka penegak etik-nya adalah organ
Etik dalam Ikatan Dokter Indonesia. Penjelasan ini masih dapat saya mengerti.
Selanjutnya, dalam
hukum di Indonesia, penegaknya adalah lembaga-lembaga penegak hukum, yaitu
polisi, jaksa, dan hakim. Penjelasan ini pun masih bisa saya mengerti.
Pembahasan
selanjutnya, beliau menerangkan bahwa penegak dalam agama adalah diri sendiri/setiap
individu pemeluk agama sendiri. Beliau menyontohkan, orang Islam yang Sholat,
puasa, dan melakukan ibadah adalah karena kesadarannya sendiri, bukan karena
paksaan orang lain. Begitu juga orang Kristen yang pergi ke gereja setiap
minggu juga karena dirinya sendiri, bukan karena takut kepada lembaga ekstern di
luar dirinya. Berbeda dengan orang yang taat hukum ataupun taat pada etik
profesi, bisa jadi ketaatannya timbul karena takut pada sanksi dari penegak
hukum ataupun sanksi dari organ yang ditunjuk untuk menegakkan etik profesi
tertentu. Penjelasan ini hingga kini tidak dapat saya sepakati.
Ketidak
pahaman yang saya rasakan memaksa diri untuk bertanya. Pertanyaan saya buka
dengan meminta maaf atas ketidak pahaman terhadap pejelasan beliau, dengan
tetap menjaga kesopanan saya memulai mengajukan argumen dan dasar dari ketidak
pahaman serta ketidak sepakatan saya. “Maaf pak, Menurut saya, orang Islam yang
sholat, orang Islam yang berpuasa adalah karena memenuhi perintah Tuhan. Sama
seperti orang Kristen yang pergi ke gereja setiap Minggu, ataupun penganut
agama-agama lain yang pergi ke Pura, Vihara, dan kelenteng yang kesemuanya
disebabkan karena diperintah oleh agama. Apabila di awal dikatakan bahwa
penegak dalam aturan agama adalah diri sendiri, maka sangatlah mustahil seorang
Muslim yang tidak solat dan tidak puasa ataupun seorang Kristen yang tidak
pergi ke Gereja di Minggu pagi akan menghukum dirinya sendiri. Orang-orang tersebut
mengerjakan ritual keagamaan karena meyakini dengan adanya sanksi jika dia
meninggalkan ritual keagamaannya, dan sanksi itu pasti berasal dari “penegak”
agama. Bukankah fungsi “penegak” etik, agama, maupun hukum adalah untuk
menjamin ditaatinya peraturan yang ada dalam masing-masing norma tersebut?.
Dalam hal ini saya berkeyakinan bahwa yang menegakkan aturan agama adalah Tuhan
pak” saya mencoba menyampaikan gagasan.
Dengan bijaksana Bapak NG
menanggapi, “laa ikroha fid-din, tidak ada paksaan dalam beragama” kata beliau.
“Allah menurunkan Al-qur’an sebagai “hudan”
atau petunjuk bagi manusia, Allah memberikan arahan-arahan kepada manusia
kepada jalan yang benar. Adapun mengenai pilihan manusia akan mengambil
petunjuk/arahan tersebut ataukah tidak, hal itu bergantung kepada pilihan
manusia itu sendiri, jadi manusia mengerjakan agama adalah karena dirinya
sendiri” lanjut beliau.
“Sudah puas ?”, beliau bertanya.
Saya dengan cepat menjawab,
“belum pak”.
“saya memang bukan alat pemuas”,
jawab beliau sambil tersenyum.
Sontak tawa riuh menggelora di
kelas menambah gelora hangat suasana belajar malam ini.
“pak”, saya
melanjutkan. “ Kita mengenal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP) yang
mengatur tentang aturan hukum pidana, kita juga mengenal Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUH perdata) yang mengatur tentang aturan hukum Perdata. Perlu
kita ingat, bahwa kedua kitab ini merupakan “hudan”-nya/petunjuknya masyarakat
Indonesia dalam kehidupan hukum. Di dalamnya ada aturan-aturan yang tertulis
jelas, jika anda mencuri maka anda akan dihukum sekian tahun, jika anda memperkosa
maka anda akan dihukum sekian tahun, jika anda merusak barang orang lain maka
anda akan didenda sekian banyak, itu semua sudah tertulis jelas pak. Benar
sekali yang bapak katakan, bahwa pilihan untuk beribadah atau tidak ada di
tangan manusia, Saya menggunakan istilah ini juga, bahwa pilihan untuk mentaati
KUHP dan KUH perdata ataukah tidak berada di tangan manusia juga, namun perlu
diingat bahwa orang yang tidak mentaati KUHP dan KUH Perdata pasti akan dihukum
oleh “penegak” hukum, sebagaimana pemeluk agama yang tidak melaksanakan ritual
agama-pun pasti akan dihukum oleh penegak agama, yaitu “Tuhan”.
Bapak NG
terdiam sejenak dan mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa, “ada yang mencoba
untuk menjelaskan ?”. kelas malam ini mendadak sepi,tak ada jawaban, hanya
terdengar suara gesekan buku dibuka dan sesekali suara kursi bergeser dari
posisinya.
“seperti ini”,
pak NG melanjutkan. Penegakan etik, agama, dan hukum yang kita bicarakan kali
ini adalah dalam konteks kehidupan di dunia, bukan kehidupan setelah mati
nanti”. Tadi saya katakan bahwa seseorang akan menjalankan atau tidak
norma-norma agamanya, itu tergantung diri setiap pribadi. Pengenaan sanksi
antara etik, hukum dan agama pun berbeda, sanksi pelanggaran etik dan hukum
adalah di dunia, sedangkan sanksi bagi pelanggaran agama adalah di aherat”,
tutur beliau.”baiklah, pembahasan mengenai ini kita ahiri, kita lanjutkan ke
pembahasan selanjutnya”, sambung beliau.
“maaf pak,
sebelum kita lanjutkan, izinkan saya menambahkan satu hal”, potong saya dengan
memohon maaf, ”hal ini supaya....”, perkataan saya dipotong oleh seorang
mahasiswa ,”supaya plong/lega”, begitu bunyinya.
“silahkan”, kata pak NG memberi
kesempatan.
“begini pak, apabila kita tetap
pada pendirian bahwa seseorang beribadah karena dirinya sendiri dan penegak
agama adalah diri sendiri, maka setelah ini doa kita dalam solat yang berbunyi
sesungguhnya solatku, ibadahku, puasaku (ini keceplosan, karena tidak ada dalam
doa solat), sujudku (ini juga keceplosan), hidupku dan matiku hanya karena
Allah kita rubah menjadi “sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku
untuk diriku sendiri”, kataku tegas.
Sontak seisi
keras ramai, ada yang bertepuk tangan, ada yang berteriak ,”astaghfirulloh”
sambil tertawa, banyak juga yang menoleh kearahku yang duduk di bangku paling
belakang sambil tersenyum bahkan tertawa.
Pak NG terdiam
sejenak dan berkata, “itukan kesimpulan dari anda, saya tidak menyimpulkan
begitu”, sambil tersenyum.
Ah, saya
sangat merindukan saat-saat belajar seperti ini. Dimana mahasiswa mendapat
kesempatan lebar untuk berdiskusi dengan mereka yang lebih ahli.Tidak ada
niatan “mendebat” dosen karena itu di
luar kemampuan dan kapasitas saya, tidak ada niatan juga untuk mempermalukan dosen di depan mahasiswa, sebab
nanti akan muncul cap durhaka. Niatan saya hanya menemukan kebanaran, kebenaran
sejati, bukan kebenaran “katanya”. Harap dimaklumi, bagi mahasiswa perantauan
seperti saya, mengejar dan memburu kebenaran suatu ilmu adalah suatu keharusan
hingga ada suatu ilmu baru yang saya dapatkan. lebih
baik tidak pulang kampuang dan tinggal di rantau untuk selamanya daripada pulang ke
kampung halaman tidak membawa apa-apa dan/atau tidak melakukan perubahan apa apa di
sana.
Baca Juga:
KERA EMAS DAN BATU AKIK: SEBUAH RELAKSASI DARI KETEGANGAN DIRI
JEJAK ROHINGYA: HIJRAH MINAL MYANMAR ILAA INDONESIA (hijrah dari Myanmar Ke Indonesia)
HUKUM KITA: MEMBANGUN PAGAR YANG BAIK
DOSENKU, PAK “E”. CONTOH IDEAL TENTANG SEBUAH PERBUATAN YANG SEHARUSNYA TIDAK DILAKUKAN
ARTIS AA, ARTIS YANG MENJADI PELACUR ATAU PELACUR YANG MENJADI ARTIS?
MENGHILANGKAN JENUH DENGAN BERSEPEDA KE PANTAI PUGER DI KAB. JEMBER, JAWATIMUR
PESONA KEINDAHAN PANTAI PAYANGAN, JEMBER
JEJAK ROHINGYA: HIJRAH MINAL MYANMAR ILAA INDONESIA (hijrah dari Myanmar Ke Indonesia)
HUKUM KITA: MEMBANGUN PAGAR YANG BAIK
DOSENKU, PAK “E”. CONTOH IDEAL TENTANG SEBUAH PERBUATAN YANG SEHARUSNYA TIDAK DILAKUKAN
ARTIS AA, ARTIS YANG MENJADI PELACUR ATAU PELACUR YANG MENJADI ARTIS?
MENGHILANGKAN JENUH DENGAN BERSEPEDA KE PANTAI PUGER DI KAB. JEMBER, JAWATIMUR
PESONA KEINDAHAN PANTAI PAYANGAN, JEMBER
1 comments so far
Test comment
EmoticonEmoticon