Wednesday, June 24, 2015

THE POWER OF GIVING

Tags

                23 Juni 2015,  Pasar Tanjung sore itu. Seorang anak laki-lalaki kecil diseret keluar oleh seorang wanita paruh baya dari toko eceran miliknya.
 “Apa yang kau curi ?!”, wanita itu bertanya sambil membentak.
Dengan kasar, ditariknya baju anak laki-laki itu. Dari balik baju tangannya mengeluarkan dengan paksa sebotol kecil  kecap dan sekaleng susu.
“dasar pencuri”, teriaknya lagi.
Si anak hanya menunduk, matanya tak berani menatap Si  wanita, hanya air mata yang semakin deras mengalir dari sudut matanya, sementara tangan kananannya menyeka ingus yang turun dari lubang hidung disertai isak senggukan.

Orang-orang yang berada di sekeliling tempat itu mulai berkumpul, menggerombol penasaran dengan apa yang terjadi, saling bertanya satu dengan yang lainnya, tatapan mereka tajam ke arah anak kecil tadi.
“Ayo sini ikut aku, ku bawa ke petugas keamanan pasar”, wanita tadi menggapai tangan si anak.
                Tiba-tiba seorang laki-laki dewasa dengan kaos oblong polos warna putih yang lusuh menepis tangan wanita yang akan menarik si kecil.
“Sudah-sudah, tidak usah diperpanjang lagi, ku beli kecap dan susunya”, katanya sambil mengelurkan selembar uang Rp 50.000,-. Disodorkannya uang ke depan wanita pemilik warung , dibelinya susu dan kecap.
Si wanita menatap tajam laki-laki tadi sebentar sambil menyerahkan kecap dan susu, lalu mengalihkan tatapannya pada anak laki-laki kecil.
“kurang ajar kamu, awas kalau kamu ulangi lagi !”, bantaknya sambil berlalu kembali ke warungnya.
Anak laki-laki kecil masih terus  menangis, isaknya semakin keras.
                “kenapa kamu mengambil barang di warung tanpa izin ?” tanyanya pada si anak.
                “ibuku sakitpak”, kata Si anak menunduk sedalam dalamnya. Tambah keras saja isak tangisnya.
                Tangan lelaki dewasa mengusap lembut rambut si anak, kemudian menoleh ke arah warung baksonya dan berteriak, “Nak, buatkan dua bungkus dan tolong bawakan kesini”.
                Seorang anak perempuan sebaya anak laki-laki tadi mengangguk dalam, paham dengan maksud ayahnya. Dengan cekatan membungkus dua porsi bakso dan membawanya segera kepada ayahnya. “ini yah”, katanya.
                “segeralah pulang nak, semoga ibumu lekas sembuh”, tutur lelaki dewasa sambil memasukkan kecap dan susu ke dalam plastik bakso, lalu menyerahkannya pada anak laki-laki kecil.
                Si anak tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap tajam wajah lelaki dewasa, kemudian pegi meninggalkan pasar menuju kerumahnya.

25 TAHUN KEMUDIAN

                di warung bakso, lelaki dewasa yang dulu menolong anak laki-laki kecil sedang melayani para pembeli. Tokonya semakin ramai. Anaknya perempuannya yang dulu kecil, kini tumbuh menjadi wanita dewasa yang cantik, ikut membantunya berjualan di waktu senggang di sela-sela kuliahnya. Tiba-tiba lelaki penjual bakso itu terjatuh, kepalanya membentur lantai dengan keras.
                “Tolong, tolong saya”, anak gadisnya berteriak. Para pembeli berhamburan mendekati lelaki tua yang sedang terkapar. Dibantu oleh beberapa orang, gadis cantik itu membawa ayahnya ke rumahsakit terdekat. Setelah diadakan pemeriksaan oleh petugas kesehatan, ternyata penyakitnya  cukup parah, komplikasi paru-paru, jantung, lever, dan kencing manis sehingga harus dirujuk ke Rumahsakit di ibukota provinsi.
                Sesampainya di rumahsakit, dokter segera memeriksa. Melihat hasil pemeriksaan, dokter menyarankan untuk segera diadakan operasi dan rawat inap selama sebulan di rumah sakit. Setelah dirawat selama 28 hari, si lelaki mulai membaik kesehatannya. Waktu perawatan kurang 2 hari lagi.
                Si gadis berinisiatif untuk menanyakan biaya pengobatan kepada bagian administrasi rumahsakit. Betapa terkejutnya dia melihat struk biaya di kwitansi yang menunjukkan angka Rp 250 juta rupiah. Laki-laki dan anak gadisnya menangis melihat kwitansi harga. Uang yang ada di tangan mereka hanya 38 juta. Akhirnya mereka bersepakat untuk menjual rumah dan warung bakso dalam waktu 2 hari.
                Pada saat mereka sedang menangis sambil memegang kwitansi erat-erat, datanglah petugas mengantarkan makan siang dan obat untuk pasien. Jam menunjukkan pukul 11.30 WIB. Rasa lapar hilang, yang ada hanyalah kebingungan, dari mana mendapat uang sebanyak itu.
                Pukul 17.00 atas paksaan anak gadisnya, si lelaki mau untuk makan siang dan minum obat yang diberikan. Ketika piring berisi nasi diangkat, terlihat sebuah amplop berwarna putih yang agak basah terkena tumpahan sayur. Mereka tidak memperdulikan amplop tersebut. Si gadis dengan terisak menyuapi ayahnya, dan terus menyuapi sambil menguatkan ayahnya untuk sabar.
                Setelah selesai menyuapi, amplop yang masih tergeletak di atas nampan dibukanya. Tidak banyak tulisan disana, hanya ada beberapa kalimat pendek yang ditulis dengan huruf besar
BIAYA OPERASI, BIAYA OBAT, BIAYA MENGINAP, DAN BIAYA PERAWATAN BAPAK WARA RITNA DI RUMAHSAKIT SOETOMO SURABAYA SEBESAR RP. 260.000.000,- (DUA RATUS ENAMPULUH JUTA RUPIAH)
 DIBAYAR LUNAS DENGAN SEBOTOL KECAP, SEKALENG SUSU, DAN DUA PORSI BAKSO
Di akhir kalimat tertera tanda tangan pimpinan rumahsakit dengan nama lengkap dan titlenya, dr. Dedi Susanta disertai stempel rumahsakit.
                Masih bingung dan belum mengerti dengan apa yang mereka baca, anak gadisnya bangkit dan berlari menuju pintu untuk bertanya kepada bagian administrasi tentang surat itu. Ketika tangannya terulur untuk membuka pintu, pintu dibuka terlebih dulu dari luar. Seorang laki-laki berpakaian dokter masuk ke dalam kamar  dengan membawa map plastik berwarna hijau.

                “dokter, ini maksudnya apa ?”, tanya anak gadisnya terbata-bata sambil menangis.
                “tenang dulu, tenang mbak”, kata dokter sambil memegang bahunya. “mari kita temuin bapak sebentar”, lanjut dokter, kemudian melangkah mendekati penjual bakso yang masih terbaring sambil menangis.
                “bagaimana keadaannya bapak, apa sudah enakan”, kata dokter sambil tersenyum.
                “sudah lumayan membaik dok”, jawabnya terbata-bata.
                “bapak masih ingat saya ?” tanya dokter pada tukang bakso.
Tukang bakso itu hanya menggeleng
Kemudian dokter ganti bertanya kepada anak gadis si tukang bakso, “mbak masih ingat saya?”
Anak gadisnyapun melakukan hal yang sama, menjawab dengan gelengan kepala.
“saya anak kecil yang dulu mencuri kecap dan susu di warung eceran pasar Tanjung, yang bapak tolong. sejak peristiwa saat itu saya selalu teringat wajah bapak. Seandainya dulu saya tidak bapak tolong, mungkin sekarang ibu saya sudah meninggal dan saya tidak mungkin menjadi seperti ini. Terimakasih pak bantuannya” kata dokter yang mulai menangis, sambil menggapi pundak dan merangkul tukang bakso.
 *dari beragam sumber



EmoticonEmoticon

Info Amirenesia