Bismillahirrohmanirrohim...
Jember 6 Mei
2015. Suasana pengadilan negeri Jember pagi ini sangat ramai. Pengadilan Negeri
yang sementara waktu menempati Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas
Jember ini sangat ramai. Puluhan orang memadati ruangan sidang yang pagi ini
diagendakan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran lalulintas. Sekitar pukul
9.00 pagi hakim
memulai sidang “tanpa” mengetuk palu sebagaimana yang diajarkan dalam bangku perkuliahan.Di perkuliahan dosen mengajarkan bahwa ketukan palu diawal sidang merupakan tanda dimulainya persidangan. Juru panggil mulai memanggil para “pelanggar” setelah sang hakim menduduki kursi kehormatan, tidak sebagaimana yang penulis dapatkan dalam perkuliahan juga.
memulai sidang “tanpa” mengetuk palu sebagaimana yang diajarkan dalam bangku perkuliahan.Di perkuliahan dosen mengajarkan bahwa ketukan palu diawal sidang merupakan tanda dimulainya persidangan. Juru panggil mulai memanggil para “pelanggar” setelah sang hakim menduduki kursi kehormatan, tidak sebagaimana yang penulis dapatkan dalam perkuliahan juga.
Ditengah
jalannya persidangan, seorang pengunjung sidang mengambil gambar (photo) persidangan,
akan tetapi salah seorang pegawai pengadilan melarangnya dan memerintahkan
pengunjung tersebut untuk menghapus gambar yang telah diambilnya tadi. Dalam
salah satu matakuliah di fakultas hukum diajarkan dua sifat pengadilan, yaitu
pengadilan terbuka untuk umum dan pengadilan yang tertutup untuk umum. Dari dua
sifat pengadilan tersebut, persidangan
untuk perkara pelanggaran lalulintas diadili dalam pengadilan yang bersifat
terbuka. Pengadilan yang bersifat terbuka adalah pengadilan yang boleh dihadiri
oleh siapapun tanpa terkecuali. Pengambilan gambar ataupun vidio dalam
persidangan terbuka bukanlah sebuah pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan.
Ketika penulis
dipanggil kehadapan hakim untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran yang sudah
dilakukan, hakim langsung menyebutkan pelanggaran penulis, “sim” (penulis tidak
membawa SIM ketika ada razia oleh POLISI) dan menyebutkan nominal denda yang
harus penulis bayar, yaitu Rp 45.000,-. Pelaku pelanggaran lalu lintas yang
lain mendapatkan denda bervariasi sesuai dengan pelanggaran yang telah
dilakukan. Ada pelanggar yang tidak
membawa SIM didenda Rp 40.000,-, ada yang Rp 45.000,- dll.
Persidangan
selesai sekitar pukul 10.00 WIB dengan ditutup oleh satu kali ketukan palu oleh
hakim, yang ini sesuai dengan yang penulis pelajari. Setelah persidangan
ditutup ada beberapa orang dari pegawai pengadilan yang masuk dengan membawa
surat tilangan berwarna merah ke ruang sidang dan langsung menuju ke Jaksa
Penuntut Umum (JPU), Jaksa Penuntut Umum langsung menuliskan nominal denda yang
dibebankan di atas surat tilang yang baru dibawa ke ruang persidangan. Hal ini
menurut penulis merupakan pelanggaran terhadap undang-undang, mengingat yang
berhak memutuskan perkara hanyalah hakim dan itupun diputuskan melalui sebuah
persidangan.
Dari beberapa
orang yang penyelesaian perkaranya tidak melalui sidang penulis mendapatkan
informasi bahwa mereka dibebani denda Rp 60.000,- untuk pelanggar yang tidak
memakai helm dan juga pelanggar yang melanggar marka jalan
Kesimpulan dan
pelajaran yang dapat penulis ambil hari ini :
1.
kesabaran, terutama sabar dalam menunggu giliran
panggilan dari juru panggil pengadilan
2.
Bahwasanya jalannya peradilan di pengadilan
Jember belum transparan, khususnya dalam penanganan perkara lalulintas yang
digelar hari ini. Yang menjadi dasar penilaian penulis adalah adanya pelarangan
foto, seolah-olah ada jalannya persidangan yang ingin disembunyikan oleh
pengadilan dari pengetahuan publik.
3.
Masih ada “calo” di Lingkungan Pengadilan Negeri
Jember yang menyediakan jasa penyelesaian perkara lalulintas tanpa melalui
sidang.
Saran yang dapat penulis berikan:
1.
Pengadilan seharusnya ikut andil dalam
memberikan sosialisasi dan pengetahuan hukum kepada masyarakat, bukan hanya
sebagai pemberi sanksi saja. Penulis menilai bahwa Pengadilan Negeri Jember
pada hari ini berubah menjadi lembaga penagih uang denda.
2.
Perlu adanya CCTV di ruangan sidang, cctv ini
berguna untuk memantau, mengawasi dan merekam jalannya sidang. CCTV ini sangat
penting untuk menunjang tercapainya nilai-nilai keadilan yang dihasilkan dari
sebuah persidangan dan supaya “calo-calo” yang membuka jasa “pengadilan
mandiri” diluar pengadilan yang resmi seperti yang terjadi pada hari ini tidak
lagi terulang.
3.
Adanya sanksi yang tegas untuk para calo dan
para pemanfaat jasa calo, karena ini merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang.
Harapan penulis, semoga
kedepannya ada perbaikan dari hal-hal yang penulis aggap sebagai penyimpangan
ini dan apa bila ada kekurangan ataupun kesalahan dari tulisan yang penulis
tuliskan mohon dengan sangat untuk dikoreksi dan dibetulkan.
EmoticonEmoticon