Sunday, May 10, 2015

SIDANG SIM DI PENGADILAN NEGERI JEMBER, CERMINAN MINIMNYA KEADILAN DI NEGERI INI

Tags

Bismillahirrohmanirrohim...
Jember 6 Mei 2015. Suasana pengadilan negeri Jember pagi ini sangat ramai. Pengadilan Negeri yang sementara waktu menempati Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Jember ini sangat ramai. Puluhan orang memadati ruangan sidang yang pagi ini diagendakan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran lalulintas. Sekitar pukul 9.00 pagi hakim
memulai sidang “tanpa” mengetuk palu sebagaimana yang diajarkan dalam bangku perkuliahan.Di perkuliahan dosen mengajarkan bahwa ketukan palu diawal sidang merupakan tanda dimulainya persidangan. Juru panggil mulai memanggil para “pelanggar” setelah sang hakim menduduki kursi kehormatan, tidak sebagaimana yang penulis dapatkan dalam perkuliahan juga.
Ditengah jalannya persidangan, seorang pengunjung sidang mengambil gambar (photo) persidangan, akan tetapi salah seorang pegawai pengadilan melarangnya dan memerintahkan pengunjung tersebut untuk menghapus gambar yang telah diambilnya tadi. Dalam salah satu matakuliah di fakultas hukum diajarkan dua sifat pengadilan, yaitu pengadilan terbuka untuk umum dan pengadilan yang tertutup untuk umum. Dari dua sifat pengadilan tersebut,  persidangan untuk perkara pelanggaran lalulintas diadili dalam pengadilan yang bersifat terbuka. Pengadilan yang bersifat terbuka adalah pengadilan yang boleh dihadiri oleh siapapun tanpa terkecuali. Pengambilan gambar ataupun vidio dalam persidangan terbuka bukanlah sebuah pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.
Ketika penulis dipanggil kehadapan hakim untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran yang sudah dilakukan, hakim langsung menyebutkan pelanggaran penulis, “sim” (penulis tidak membawa SIM ketika ada razia oleh POLISI) dan menyebutkan nominal denda yang harus penulis bayar, yaitu Rp 45.000,-. Pelaku pelanggaran lalu lintas yang lain mendapatkan denda bervariasi sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan.  Ada pelanggar yang tidak membawa SIM didenda Rp 40.000,-, ada yang Rp 45.000,- dll.
Persidangan selesai sekitar pukul 10.00 WIB dengan ditutup oleh satu kali ketukan palu oleh hakim, yang ini sesuai dengan yang penulis pelajari. Setelah persidangan ditutup ada beberapa orang dari pegawai pengadilan yang masuk dengan membawa surat tilangan berwarna merah ke ruang sidang dan langsung menuju ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), Jaksa Penuntut Umum langsung menuliskan nominal denda yang dibebankan di atas surat tilang yang baru dibawa ke ruang persidangan. Hal ini menurut penulis merupakan pelanggaran terhadap undang-undang, mengingat yang berhak memutuskan perkara hanyalah hakim dan itupun diputuskan melalui sebuah persidangan.
Dari beberapa orang yang penyelesaian perkaranya tidak melalui sidang penulis mendapatkan informasi bahwa mereka dibebani denda Rp 60.000,- untuk pelanggar yang tidak memakai helm dan juga pelanggar yang melanggar marka jalan


Kesimpulan dan pelajaran yang dapat penulis ambil hari ini :
1.       kesabaran, terutama sabar dalam menunggu giliran panggilan dari juru panggil pengadilan
2.       Bahwasanya jalannya peradilan di pengadilan Jember belum transparan, khususnya dalam penanganan perkara lalulintas yang digelar hari ini. Yang menjadi dasar penilaian penulis adalah adanya pelarangan foto, seolah-olah ada jalannya persidangan yang ingin disembunyikan oleh pengadilan dari pengetahuan publik.
3.       Masih ada “calo” di Lingkungan Pengadilan Negeri Jember yang menyediakan jasa penyelesaian perkara lalulintas tanpa melalui sidang.

Saran yang dapat penulis berikan:
1.       Pengadilan seharusnya ikut andil dalam memberikan sosialisasi dan pengetahuan hukum kepada masyarakat, bukan hanya sebagai pemberi sanksi saja. Penulis menilai bahwa Pengadilan Negeri Jember pada hari ini berubah menjadi lembaga penagih uang denda.
2.       Perlu adanya CCTV di ruangan sidang, cctv ini berguna untuk memantau, mengawasi dan merekam jalannya sidang. CCTV ini sangat penting untuk menunjang tercapainya nilai-nilai keadilan yang dihasilkan dari sebuah persidangan dan supaya “calo-calo” yang membuka jasa “pengadilan mandiri” diluar pengadilan yang resmi seperti yang terjadi pada hari ini tidak lagi terulang.
3.       Adanya sanksi yang tegas untuk para calo dan para pemanfaat jasa calo, karena ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.
Harapan penulis, semoga kedepannya ada perbaikan dari hal-hal yang penulis aggap sebagai penyimpangan ini dan apa bila ada kekurangan ataupun kesalahan dari tulisan yang penulis tuliskan mohon dengan sangat untuk dikoreksi dan dibetulkan.





EmoticonEmoticon

Info Amirenesia