Thursday, July 16, 2015

PANCASILAKU KURANG LENGKAP

Tags



Pasirputih, Belitang III, OKU Timur, SUM-SEL. “Pancasilaku kurang lengkap”, ketik Mispan di laptopnya dini hari itu, Jum’at 16 Juli 2015 tepat pukul 00:52 WIB. Bukan tanpa alasan dia mengetik sesuatu yang bersinggungan dengan ideologi pancasila yang dijunjung tinggi-tinggi oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Titik tolak yang yang dijadikannya landasan penulisan pagi itu adalah ,”benarkah bahwa pancasila merupakan pengejawantahan dari seluruh norma yang pernah ada dan berlaku  di indonesia ?”.

“Bangsa Indonesia ini bangsa besar lho. Beragam catatan sejarah telah menuliskan bahwa invasi yang dilakukan oleh nenek moyang bangsa Ini telah menggetarkan sebagian besar penjuru dunia”, pikir Mispan sambil mengingat-ingat sejarah kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. “Kalau dulu bangsa ini kuat, kenapa sekarang lemah ? kalau dulu bangsa ini ditakuti, kenapa sekarang menjadi penakut ? kalau dulu bangsa ini menjadi destinasi dan tujuan orang menuntut ilmu, kenapa sekarang para penuntut ilmu menjauhi bangsa ini ?”, sambung Mispan sambil memukul-mukulkan tinjunya ke meja tempat laptopnya berbaring, nyamuk-nyamuk pagi yang menemaninya kabur berhamburan takut terkena tinjuan nyasar.
“Pasti ada yang salah dengan bangsa Ini”, gerutunya bak seorang negarawan. “tapi apa ?” sambungnya lagi sambil manyun menggerakkan mulutnya yang digembung-gembungkan ke arah kiri dan kanan. Lalu pikiran liarnya merembet kemana-mana, mengoreksi satu-persatu sejarah yang melengkapi perjalanan bangsa ini. “ahh, segala sesuatu yang dilakukan oleh anak Adam bernama manusia pasti bersumber dari sebuah visi, misi dan motivasi”, pikirnya meyakin-yakinkan pendapatnya. “Setelah adanya pancasila, visi, misi dan motivasi perjuangan bangsa ini bertitik tolak padanya atau dalam kata lain segala sesuatu yang dikerjakan oleh anak bangsa Indonesia ini harus patuh, taat,tunduk dan sendiko dawuh pada apa-apa yang tertuang dalam pancasila”, lanjutnya sambil menggaruk-garuk hidung yang tidak gatal dengan jari kelingking tangan kanannya.
“kalau pancasila benar-benar “disarikan” dari semua norma yang ada di Indonesia, seharusnya pencapaian para pejuang sekarang tidak jauh berbeda dengan pencapaian para pejuang di jaman dulu, dong”,  gumamnya lagi. “kalau pancasila merupakan “sari-sari” dari visi, misi dan motivasi para pejuang dahulu, seharusnya kita bisa mengulang lagi kesuksesan para pejuang bangsa dahulu, dong”, sambung pikirannya lagi. Sambil membaca ulang hasil tulisannyadi laptop, Mispan menelitinya satu-persatu, merasa ada yang janggal di dalam tulisannya, ada kata-kata yang sepertinya sudah ditulis berkali-kali.
Pukul 1:22 WIB, “ahhhh... ini dia”, kata Mispan tak sengaja berteriak karena girang, suara ngorok orang-orang yang tertidur di dalam berhenti sejenak. Kata “inti sari”, “sari-sari”, “disarikan” sudah beberapa kali ditulis dalam artikelnya ini. Si Mispan lalu bergumam sambil membanding-bandingkan ,”Sari jeruk hanyalah sebagian kecil yang mempresentasikan keseluruhan buah jeruk, sari jeruk bukanlah buah jeruk(Kalau sari jeruk rasanya manis, tidak berarti semua jeruk rasanya manis, pun kalau sari jeruk rasanya masam, maka tidak semua jeruk rasanya masam), seperti halnya warna “keputih-putihan” bukanlah warna putih yang asli, tetapi merupakan campuran warna putih dengan warna yang lainnya, warna “kehijau-hijauan” bukanlah warna hijau yang sesungguhnya, tetapi sudah merupakan campuran dari beberapa warna”, Si Mispan tambah bingung lagi.
Lalu dia mengiingat-ingat sila-sila pancasila; “ketuhanan” yang maha Esa; “kemanusiaan” yang adil dan beradab; “kerakyatan” yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; “keadilan” sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukannya menjawab pertanyaannya yang pertama, Si Mispan Malahan bertanya kembali, “apakah sama artinya antara ketuhanan dengan Tuhan, antara kemanusiaan dengan manusia, antara kerakyatan dengan rakyat, antara keadilan dengan adil ?”, dia mengangguk-angguk dan bergumam “pasti tidaklah sama”, pertanyaan itu sama dengan pertanyaan ,”apakah sama antara warna putih dengan keputih-putihan, antara warna hijau dengan kehijau-hijauan, antara rasa manis dengan kemanis-masisan, antara rasa pedas dengan kepedas-pedasan ?” pastilah tidak sama juga.
“ahhh... terlalu mudah  selama ini aku mengintisarikan. Tidak lengkap kalau seluruh norma yang pernah ada dan berlaku di Indonesia jika hanya disarikan dalam sebuah konsep bernama “pancasila”, pancasila bukanlah presentasi dari norma Indonesia !!” emosinya meningkat, lalu mencercau lagi, “pancasila yang ada sekarang ini berarti bukan merupakan visi, misi, dan motivasi sesungguhnya dari perjuangan para pejuang pendahulu saya, pantesan saja kesuksesan orang-orang dahulu berbeda dengan kesuksesan orang sekarang, lha wong visi, misi, dan motivasinya aja beda” emosinya meletup ,”pancasilaku kurang lengkap !!!” kata Mispan menyimpul-nyimpulkan, membiarkan opininya melambung bersama angin pagi  yang merupakan penghujung Ramadhan tahun 2015 ini, 29 ramadhan 1436 Hijriah. “selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir bathin” ucapnya sambil membuka hape,siapa tahu ada sms dari kekasih hati.


EmoticonEmoticon

Info Amirenesia