Thursday, September 21, 2017

Waspadalah Dalam Bus Ekonomi Rute Jember-Surabaya dan Sebaliknya




Bus Ekonomi Malam
                Kisah tentang pencurian dengan modus pencopetan, penodongan dan juga hipnotis di dalam bus ekonomi malam rute Surabaya-Jember atau sebaliknya  kerap terdengar. Bukan cuma saat malam,  juga siang. Namun demikian, bus ekonomi tetap menjadi pilihan. Padahal tarif antara bus patas (cepat dan terbatas) dan bus ekonomi tidak begitu jauh berbeda. Enam puluh ribu rupiah dengan bus patas, dan empat puluh ribu rupiah dengan bus ekonomi. Saya sendiri termasuk penumpang yang senang bepergian dengan bus ekonomi. Selain lebih murah beberapa rupiah, hadirnya pengamen yang silih berganti juga membuat perjalanan semakin meriah. Pandangan ini setidaknya berlaku sampai malam itu.

 Pengamen dalam bus ekonomi

                Sekitar pukul 23.00 WIB dengan tenangnya saya lambaikan tangan memberhentikan salah satu bus ekonomi yang dengan santunnya memperlambat laju dan kemudian berhenti tepat di depan saya. Bus ekonomi jurusan Surabaya via kecamatan Tanggul. Kursi urutan ke tiga dari depan saya pilih. Tentu karena kursi barisan tersebut masih kosong. Juga sesekali kaca bus menjadi sandaran sisi kiri kepala kalau mengantuk.  beberapa botol minuman dan makanan ringan sudah terbeli di minimarket sebelah timur terminal Tawang Alun sekaligus tempat memberhentikan bus tadi.
                Bus ekonomi yang melaju malam tidak boleh diremehkan. Meskipun tidak dilabeli tulisan “bus malam cepat”, namun mereka tidak melaju dengan lambat. Bahkan tidak jarang mereka menyalip bus dengan tulisan “PATAS”. Sampai di pertigaan lampu merah Lumajang suasana bus masih aman terkendali. Bus dengan taat menanti lampu warna merah bergesar ke warna hijau dan kemudian berbelok ke kanan, masuk jalan raya Kedungjajang menuju probolinggo. Mata mulai mengantuk. Tas gendong yang sedari tadi digendongkan di depan kembali saya rapikan. Tak bisa ditolerir lagi, mata terpejam dalam laju bus yang makin kencang.

Jalanan Kraksaan
                Siapapun yang melewati jalan di kawasan  Kraksaan akan mengeluh. Bagaimana tidak, jalan utama seperti itu dibiarkan bertahun-tahun bergelombang tidak rata. Sudah banyak yang terpelanting karena tak kuasa mengendalikan sepeda motor yang oleng. Sudah banyak kendaraan bertabrakan lantaran menghindari lubang jalan ataupun gundukan aspal . Bus ekonomi tua yang saya naiki inipun terhuyung ke kanan dan ke kiri. Mata yang tadinya tertutup, seketika terbuka gara-gara kepala membentur kaca. 
               Seseorang berperawakan gemuk dengan tinggi sekitar 155cm sudah duduk di sebelah kanan saya, memakai topi dan dengan rokok di tangan. Setelah tersenyumj sebentar, saya arahkan pandangan ke depan, samping, dan belakang. Beberapa baris kursi bus masih terlihat kosong. Hati sudah mulai was-was. Logikanya: "penumpang yang belum saling kenal akan memilih kursi kosong untuk didudukinya".  Iya, bukan?
                Seketika ekor mata saya mengarah ke kiri, ke kaca bus . Suasana gelap di luar menyulap kaca bening bus menjadi cermin hitam.  Ada gelagat mencurigakan terekam. Terlihat laki-laki lain duduk di kursi seberang tengah melirik kearah saya. Juga lelaki kurus di belakangnya yang terlihat sigap mengawasi keadaan sekelilingnya. Oooooh, saya mulai bersigap waspada.

                Beberapa menit kemudian lelaki gemuk di samping saya berpindah ke depan, menyeberang. Posisinya kini dua kursi di belakang sopir, sambil sesekali terlihat menikmati rokoknya. Hati mulai sedikit tenang dan kantuk kembali datang. Tertidur (lagi).

Ke Mana Dompet Saya ?
                Benturan dengan badan bus  kembali membangunkan. Nampaknya demikian pula kehidupan: "manusia terkadang memerlukan benturan untuk membuatnya tersadar". Resliting tas kembali saya periksa, dan: AMAN. Masih terlihat tertutup seperti sedia kala. Namun ekspresi saya berbeda ketika ternyata dompet tempat pensil, pena dan perlengkapan tulis sudah terkapar seksi di samping kanan saya. Waduh !.
                Dengan tergesa resliting tas saya buka. Tangan kanan masuk dan merogoh dasar tas dengan paksa, menerobos lipatan baju dan beberapa buku bacaan yang menjadi teman dalam perjalanan. Pikiran saya cuma satu: “dompet. Mana dompet ku”. Seperti petugas merazia, semua sisi dalam tas sudah saya raba. Dan: tidak ada.
                Mata saya mengarah lagi pada Si Gemuk dan tiga orang di belakang. Si Gemuk terlihat santai, namun dua orang kurus di belakang tampak mengawasi. Kami beradu pandang. Dengan lekat mata kami bertatap sampai akhirnya mereka membuang muka ke jendela. Saya masih bingung dengan apa yang harus saya lakukan. "Memeriksa mereka bertiga"  juga bukan tindakan bijaksana. Apalagi dasar yang dipakai hanya rasa curiga.

                 Masih tenggelam dalam kebingungan. Bus berhenti di jalan gelap. Kanan-kiri hutan, tidak ada penerangan.Si Gendut turun dari depan sambil menyapa kernet dab sopir. Saya perhatikan dia sambil berbisik, semoga bukan dia orangnya. Lalu bus melaju lagi. Mata kembali saya sapukan ke jendela, ke arah dua kursi di belakang. Dua manusia yang tadi saya perhatikan ternyata menghilang. Masih tidak percaya, secara otomatis kepala memutar ke arah kanan, dan benar saja, mereka bertiga turun secara bersamaan dengan membawa dompet berisi SIM A & C, KTP, Kartu Mahasiswa, STNK, dan beberapa lembar uang.
  Untung saja kartu ATM dan dua lembar tiket kereta api dari Jakarta ke Surabaya yang dua hari lalu saya pesan sudah diamankan di saku celana jeans sisi kiri belakang. Rasa kantuk langsung buyar. Bus perlahan masuk ke terminal probolinggo dengan membawa rasa kesal.

Ujung Pistol
                Masih beruntung saya malam itu jika dibanding nasib sahabat di lain kisah namun masih di  rute jalan yang sama. Sedari naik dia memilih duduk di kursi panjang paling belakang sambil menikmati udara malam. Rasa tenangnya menghilang ketika  lelaki asing yang sudah diajaknya mengobrol lama mendadak menodongkan ujung pistol di perutnya sambil memintanya mengeluarkan semua uang.
           Mentalnya langsung ciut. Tanpa negosiasi, uang yang dia punya diserahkannya semua  bersama handphone yang dia bawa Diapun menjadi korban yang entah ke berapa dalam bus ekonomi.
Dua cerita ini  sebetulnya tidak cukup untuk mewakili jumlah kejahatan dalam bus ekonomi yang buuuanyak terjadi. Tidak hanya pencopetan dan penodongan saja yang keram terjadi di dalam bus ekonomi rute Jember-Surabaya dan sebaliknya, namun penipuan dengan modus menjual jam tangan dan juga pelecehan seksual sering terjadi. 

Bagaimana Tanggungjawab Sopir dan Kernet Bus?
            Agak sulit untuk menjawab pertanyaan ini. Khabarnya, mereka juga berada dalam penekanan komplotan penjahat bus. Ada semacam perjanjian tidak tertulis yang isinya "apabila sopir atau kernet  menolong korban, maka  keselamatan jiwa mereka berduapun akan  terancam". Belum lagi resiko dilemparinya bus dan juga bus-bus yang seperusahaan ketika melintas di rute tersebut. Padahal rute ini yang mereka lalui saban hari.

           Yang bisa dilakukan oleh sopir dan kernet hanyalah memperingatkan para penumpang supaya berhati-hati dalam menjaga barang bawaan mereka. Juga  di dalam bus ekonomi biasanya ada tulisan bahwa perusahaan bus tidak bertanggung jawab atas segala macam kehilangan.
                     Mengingat kejadian  malam itu, saya pergi dengan memakai celana sobek-sobek seperti preman, dan memakai jaket kulit usang  seperti komplotan, namun tetap saja saya kecopetan. Berarti pencopet tidak peduli status korbannya. Yang jelas, siapapun yang tidur di bus akan menjadi mangsanya.

Apa Yang Seharusnya Dilakukan Saksi dan Korban
 Maraknya kasus pencopetan, penjambretan, penodongan, perampokan, hipnotis, kekerasan seksual, dan juga pelecehan seksual di dalam bus ataupun di mana saja haruslah disikapi dengan serius. Perbuatan-perbuatan tersebut adalah kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana, maka harus diselesaikan secara hukum, supaya segera diatasi, supaya tidak terjadi lagi. Meskipun ada pepatah yang mengatakan bahwa "diam adalah emas", akan tetapi dalam kasus kejahatan diam belum tentu emas. Diam bisa berarti menyetujui kasus kejahatan yang sama terjadi lagi, atau bahkan jauh lebih parah dari kejahatan yang pertama.  Kejahatan ibarat bakteri berbahaya yang apabila tidak dimusnahkan akan menyebar dan menyerang organ tubuh yang lainnya.

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh saksi dan korban  adalah melaporkan kejahatan  yang terjadi kepada pihak kepolisian di wilayah hukum tempat terjadinya perkara. Saksi dan korban perlu mengamankan dirinya dari ancaman dan intimidasi dari pelaku atau siapapun yang merasa dirugikan dengan adanya pelaporan tersebut. Kantor polisi adalha tempat yang aman untuk perlindungan sementara.
Setelah laporan diterima yang ditandai dengan adanya keterangan resmi dari kepolisian yang menyebutkan kedudukannya sebagai saksi atau korban, maka langkah selanjutnya supaya tetap merasa aman dalam proteksi dan penjagaan , korban dan saksi hendaknya melaporkan kepada LPSK. LPSK adalah lembaga negara yang berfungsi untuk memberikan perlindungan dan rasa aman kepada para saksi dan korban, terutama ketika memberikan keterangan pada suatu proses peradilan  pidana.

Tidak hanya korban dan saksi tindak kriminal dalam bus saja yang berhak mendapatkan perlindungan dari LPSK, namun juga korban dan saksi  tindak pidana pelanggaran HAM, narkotika, perdagangan orang, pelanggaran HAM besar, dan tindak pidana lain yang membahayakan jiwa. Permohonan kepada LPSK disampaikan secara tertulis yang berisi identitas pemohon, bukti dan keterangan mengenai ancaman yang didapatkan oleh saksi dan korban, dan kronologi kasus yang dialami oleh saksi dan korban. Surat permohonan tersebut dilampiri dengan fotocopy KTP, fotocopy surat panggilan sebagai saksi, surat tanda terima laporan di kepolisian/ KPK/ kejaksaan, surat keterangan sebagai korban HAM berat dari aparat hukum, dan bukti ancaman yang diterima oleh saksi dan korban serta informasi terkait yang dimilikinya.
            Surat permohonan tersebut bisa langsung diantarkan ke kantor LPSK , bisa juga melalui surat, email, dan fax. Sudah bukan zamannya lagi warga negara diam, antipati, dan tidak peduli pada kejahatan yang terjadi di sekitarnya, dan bukan zamannya lagi warga bermain hakim sendiri dalam menindak suatu kejahatan. Diam "belum tentu" emas, dan membereskan kejahatan tidaklah dengan melakukan kejahatan lain.


baca juga:
               


EmoticonEmoticon

Info Amirenesia