“Baikalah para
santri dan santriwati pondok pesantren Al-Jaamus, kini tiba saatnya yang
ditunggu-tunggu, ceramah agama oleh ustadz tamu kita. kepada almukarrom waktu
dan mimbar silahkan dimakan, eh di manfaatkan”, kata sang MC meralat upacannya
sambil tersipu-sipu.
Poniman.salah seorang santri yang punya kebiasaan telat hari itu tetap istiqomah dengan
ketelatannya. Sambil berlari melesat menenteng
sajadah di tangan kirinya dan Al-quran di
tangan kanan yang didekatkan ke dadanya. Suara speaker di masjid yang menggema
ke seluruh sudut pondok mempercepat speed larinya, untung saja pagi itu Rio
Heryanto si ganteng pembalap F1 lagi ndak
ada jam main, kalau ada pasti ditantang Mispan untuk balapan.
Ada yang
mencolok, sandal yang dipakainya. Jempol kaki kanan menjepit sandal jepit
merah, sedangkan jempol kaki kiri menjepit sandal jepit warna hitam. “duuuh, sandal siapa lagi nih yang jadi
mangsanya”.
Tamu minggu
pagi itu sangat spesial sekali. Ustad muda yang biasa tampil di salah satu TV
swasta.
“dulunya dia
itu artis, skarang ini lho mbok, jadi
tambah ngguanteng, sudah hijrah, jenggotnya tuuebal dan panjang, celananya cingkrang diatas mata kaki. bikin
jantung ihiiiiiirr”, demikianlah
rumpian 2 orang mbok dapur dengan gaya kemayu yang didengar Mispan tadi pagi saat
melayaninya sarapan.
Mispan yang
seumur-umur nggak pernah melihat
artis langsung suueneng setengah mati.
“Waaah,, ini kesempatan. Bisa pamer sama mae
dan genduk di kampung nanti, aku
ketemu artis..xixixix”. pikirnya, “pantesan aja dapur sudah kosong”, Mae adalah panggilan mesra ponimab untuk
ibunya, sedangkan genduk adalah
panggilan sayang buat wanita cantik kekasih hatinya, Si Niyul. Eaaaaaaa......
Dalam waktu 1
menit kurang, sepiring besar nasi lauk sambal trasi dan iwak kali kandas masuk
ke dalam lambung. Puuuedes yang luar biasa berhasil mengucurkan cairan lendir
kental dari hidungnya. disekanya dengan ujung bajunya. “Aku harus kemasjid, dan
ketemu artis !!” batinnya.
Teras
masjid tinggal 15 meter lagi disinggahi. Sarung kotak-kotak warisan mbah
kakungnya berusaha melapaskan diri dari ikatan kuat yang melilit pingganga.
Hampir saja melorot. Dengan sigap Poniman menaikkan dan mengikatnya kuat-kuat.
Masjid
sudah penuh sesak. Posisi duduk para santri sudah sangat rapi. Dengan semangat
tinggi, Poniman berjalan cepat setengah berlari melewati belahan grup duduk satriwati
yang dibagi dua kanan dan kiri. Cantik-cantik, aromanya wuuangi. Seperti biasa,
setiap ada orang penting selalu penyambutannya seperti ini. Poniman mengambil
shof paling belakang.
Yaa memang santri duduk di shof depan dan santriwati di
shof belakangnya. Aroma santri sangat berbeda dengan santriwati.. sambel terasi
dan iwak kali yang dimakan tadi pagi membuat konsentrasi poniman bercerai
berai..........kkkyaaa...
“Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”, Pak Ustadz berteriak dengan sangat
lantang. Setiap hal yang tidak ada tuntunannya dari nabi adalah kebid’ahan.
Termasuk Yasinan dan Tahlilan !” Suaranya kencang, tangannya menggebrak mimbar
tempatnya berorasi.
“Para
santri dan santriwati yang cantik, ganteng, dan baik hati. Berdasarkan hadis di
atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa Yasinan dan tahlilan yang selama ini
banyak dilakukan oleh mayoritas muslim Indonesia bukanlah suatu perintah dari
nabi, bukan juga merupakan sunnah nabi maupun perbuatan yang dilakukan oleh
para sahabat, tabi’ , dan tabi’in, sehingga merupakan bid’ah yang
haram untuk dilaksanakan !!”, sang ustadz menghentikan bicaranya yang
berapi-api tadi dan mengusap-usap jenggot 15 cm-nya dari atas ke bawah
berkali-kali.
Suasana
mendadak gaduh....
Para
santri yang dibiasakan menjalankan ritual yasinan dan tahlilan saling beradu sikut dengan teman
sebelahnya...
“La piee too,,
berarti selama ini aku duso”, gerutu Poniman dalam hati, dia membaca lekat-lekat tulisan di panggung yang terpampang besar “PENGAJIAN AHAD PAGI BERSAMA USTADZ
MUALLIMUL UPINA IPINI (MUI)”
“Owalah, ini
too yang namanya ustadz MUI yang berasal dari ujung barat tanah Andalas sana.
Berarti dia ini yang sering mejeng di televisi”, batin Poniman dalam hati.
“Para
santri dan santriwati yang saya cintai”, MUI melanjutkan.
“kalian
sekarang sudah tahu apa hukumnya mengerjakan Yasinan dan Tahlilan,” suaranya
meninggi.
“saya
ingin mengajukan pertanyaan kepada kalian. Dengarkan baik-baik. Jawab dengan keras dan kompak !!”.
“kalian
mau mengerjakan suatu amalan yang diperintahkan oleh nabi kita tercinta atukah
mengerjakan amalan yang tidak ada perintahnya sama sekali ?!!”
seisi
masjid berteriak kompak,” mengerjakan yang diperintahkan saja ustaddddzzz !!”
gema bertalu-talu.
“mulai
detik ini kalian mau mengrjakan tahlilan dan Yasinan lagi atau tidak ??!!”,
ustad MUIbertanya lagi.
‘Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk
!!!!”, suara yang imut-imut itu bak koor JKT48 yang menggemparkan panggung.
“Bagusss
!! kita semua harus berhijrah, dari jalan kebid’ahan menuju jalan nabi dan
ulama salafi. Setujuuuuuuuuhhh!!!!”, ustad MUI berteriak lagi, hampir saja minuman Mineral La-Tamzah yang disampingnya tumpah tertonjok tangannya yang menggapai-gapai kanan
dan kiri bersemangat.
“Baiklah,
apakah ada pertanyaan wahai anak-anakku ??!”
Seisi
masjid hening. Hening sekali. MC yang sedari tadi bersungut-sungut bermuka
merah menahan marah mendengar isi ceramah yang menjatuhkan marwah tradisi
kepesantrenan sini.
“Ayooo
siapa yang mau bertanya ?”. kata MC mencoba menegarkan suaranya yang tidak bisa
menyembunyikan kecewa. Namun begitulah adanya. Setiap orang mempunyai pemahaman
dan tafsir sendiri tentang ajaran agama. “Dancuuuuuukkk,,,,, uuuuuaasu !!”,
gerutunya dalam hati. Namun segera beristighfar, karena menyadari bahwa yang
berada disampingnya pada hari itu adalah guru dan tamu yang sepatutnya dihormati meskipun belajar
ngajinya baru dua bulan lalu, cukup singkat dengan ikut seminar, pelatihan, dan
kursus privat baca kitab.
Masjid
masih hening. Ajaran baru ustad ganteng ini membungkam mulut para santri.
“Saya
ustadzzz !!”
Tiba-tiba
seorang santri bersarung kotak-kotak berdiri dari duduknya. Sarungnya yang
sejak masuk tadi kedondoran tiba-tiba melorot lantaran ujung kumalnya diduduki
santri lain di dekatnya. Sontak seisi masjid tertawa kencang.
“Cukup-cukupppp
!!”, teriak ustad MUI. “Kalau ketawa jangan berlebihan, itu makruuh!!”
Isi
masjid mengikik pelan. Muka santriwati (santriwati) yang dibelakang pada merah
padam mukanya menahan tawa. Untungnya si Poniman yang barusan saja berdiri
sempat mengenakan celana pendek meskipun sobek yang memamerkan celana dalam
merah tepat di bokong kanannya”.
Dengan
membetulkan sarung,“Apakah membaca Yasin merupakan bid’ah tadz ?” tanyanya
pelan penuh ikhtirom.
“Ya
jelas saja tidak dong. Itu bagian dari qur’an yang bernilai ibadah ketika
membacanya”, jawab ustad MUI.
“Apakah
membaca tahlil merupakan bid’ah tadz?” tanyanya lagi mencecar.
“kamu
kelas berapa to naaak ?”, ustad MUI malah gantian bertanya.
Sambil menyeka ingus Poniman menjawab dan nyengir-nyengir, “kelas 1 SMA tadz”.
“pertanyaanmu
itu tidak mutu. Siapa namamu ??”
“Poniman Safii Kumaini, tadz. Biasa disingkat PSK”, LAGI-LAGI sambil NYENGIR !!
Memang
agak sedikit aneh, unik, dan nyentrik santri yang satu ini. Kalau malam
senengnya tidur di teras masjid, itupun selalu begadang sambil guyonan ndak
jelas sama teman-temannya. Tapi bangun paginya selalu duluan, atau memang ndak tidur. Tapi prestasinya selalu
nomor wahid di sekolah dan di pondoknya”
“Oke Poniman, dengarkan. membaca tahlil itu sangat dianjurkan. Akan mendapatkan
pahala kalau diamalkan. Dijanjikan Syuuuuurga !!!”
Lagi-lagi Poniman nyuuuengir, makin lebar.
Suaranya mengeras,
“Usttadz MUI.
Saya sudah tahu sekarang devinisi bid’ah yang “antccuuum” sampaikan,” Poniman mamfasih-fasihkan ucapan “antumnya” menirukan ustadz MUI. Saya sekarang
mengenakan “baju” putih pemberian emak
saya, berarti sekarang ini saya “BAJUAN”. “Memakai baju” tidak apa-apa, tapi
“BAJUAN” itu dilarang. Baju ini saya lepas karena bajuan itu bid’ah”, teriak Piniman lantang sambil melepas baju dan melemparkannya ke belakang tanpa melihat. Tepat
sekali dugaan sampeyan, baju melayang ke arah para santriwati. Tubuh
kerempengnya membuat pemirsa nelongso.
Tentu saja para
santriwati geger dan bergemuruh, tidak rela kulitnya tersentuh baju ponimann yang
menebarkan bau aduhai.
“Ustad. Saya
sekarang “MEMAKAI SARUNG” kotak-kotak warisan mbah saya. Karna saya “sarungan”
maka saya melakukan kebid’ahan. Saya tidak mau melakukan bid’ah. Sarung ini
saya lepas juga!!!”. Sedetik saja sarungnya sudah melorot dan terlempar ke arah
para santri yang langsung buyar menepi ke dinding masjid menyangka Piniman sudah
kesurupan.
“Ustadz, yang
saya kenakan sekarang tinggal celana pendek berlobang besar.Tapi antcuuum
jangan khawatir, di dalamnya masih ada celana dalam merah yang sengaja saya
lobangi bagian depannya untuk memudahkan pipis”.
“MEMAKAI
CELANA PENDEK” hukumnya diperbolehkan, tapi Karena antum sudah berfatwa bahwa
semua yang berakhiran “–an” (Tahlil => jadi tahlilan, yasin => jadi YASINAN)
adalah bid’ah, maka saya yang sudah terlanjur “CELANAAN” pendek dan juga
“CELANAAN” dalam, akan menanggalkan semua ini di sini supaya tidak terjebak
kedalam kebid’ahan.
Seisi majid
ramai. Para santriwati berteriak-teriak melarang poniman melanjutkan aksi
"hijrahnya". Muka mereka merah padam tak bisa membayangkan apa yang akan terlihat
kalau piniman tetap nekat.
“semakin tampak imut saja mereka”, pikir piniman
cekikikan dalam hati teringat Si Niyul kekasihnya. “Aku tak mungkin berpaling
darimu dinda.... “, batinnya.
Tiba-tiba saja, tanpa basa-basi Ustadz MUI dan rombongan shootingnya tersungut-sungut pergi Keluar dari masjid. tergesa-gesa sekali. Siaran langsung (live) oleh salah satu stasiun televisi pagi ini buyar dan gagal total gara gara anak kelas satu SMA yang ingusan.
Tiba-tiba saja, tanpa basa-basi Ustadz MUI dan rombongan shootingnya tersungut-sungut pergi Keluar dari masjid. tergesa-gesa sekali. Siaran langsung (live) oleh salah satu stasiun televisi pagi ini buyar dan gagal total gara gara anak kelas satu SMA yang ingusan.
Poniman ternyata mengikuti Ustad MUI dan rombongannya sampai mobil dan menyalami
menghaturkan maafnya. “Ayo mondok lagi tadz. Jangan baru melihat kulitnya sudah
mencerca daging dalamnya. Belajar agama itu supaya lebih bertoleransi, saling
menghormati. Bukannya untuk saling cerca dan saling caci. Apalagi memecah belah
di antara kaum muslimin sendiri. Biarlah tahlilan dan yasinan tetap menjadi
tradisi kami. saya Bangga jadi santri dengan tradisi-tradisi yang antum bid'ahkan tadi. !!
Dalam hati Pijiman
berbisik, “orang yang kesasar untuk ditunjuki jalan yang benar, bukan malah
disalahkan dan dijerumuskan.”.
# Guyonan
Santri. Berasal dari angkringan dan tempat ngopi. Internetpun sering menjadi
inspirasi.
EmoticonEmoticon