Friday, April 29, 2016

fatwa MUI: Yasinan dan tahlilan haram !!

Tags




“Baikalah para santri dan santriwati pondok pesantren Al-Jaamus, kini tiba saatnya yang ditunggu-tunggu, ceramah agama oleh ustadz tamu kita. kepada almukarrom waktu dan mimbar silahkan dimakan, eh di manfaatkan”, kata sang MC meralat upacannya sambil tersipu-sipu.
Poniman.salah seorang santri yang punya kebiasaan telat hari itu tetap istiqomah dengan ketelatannya.  Sambil berlari melesat menenteng sajadah  di tangan kirinya dan Al-quran di tangan kanan yang didekatkan ke dadanya. Suara speaker di masjid yang menggema ke seluruh sudut pondok mempercepat speed larinya, untung saja pagi itu Rio Heryanto si ganteng pembalap F1 lagi ndak ada jam main, kalau ada pasti ditantang Mispan untuk balapan.
Ada yang mencolok, sandal yang dipakainya. Jempol kaki kanan menjepit sandal jepit merah, sedangkan jempol kaki kiri menjepit sandal jepit warna hitam. “duuuh, sandal siapa lagi nih yang jadi mangsanya”.

Tamu minggu pagi itu sangat spesial sekali. Ustad muda yang biasa tampil di salah satu TV swasta.
“dulunya dia itu artis, skarang ini lho mbok, jadi tambah ngguanteng, sudah hijrah, jenggotnya tuuebal dan panjang, celananya cingkrang diatas mata kaki. bikin jantung ihiiiiiirr”, demikianlah rumpian 2 orang mbok dapur dengan gaya kemayu yang didengar Mispan tadi pagi saat melayaninya sarapan.
Mispan yang seumur-umur nggak pernah melihat artis langsung suueneng setengah mati. “Waaah,, ini kesempatan. Bisa pamer sama mae dan genduk di kampung nanti, aku ketemu artis..xixixix”. pikirnya, “pantesan aja dapur sudah kosong”, Mae adalah panggilan mesra ponimab untuk ibunya, sedangkan genduk adalah panggilan sayang buat wanita cantik kekasih hatinya, Si Niyul. Eaaaaaaa......
Dalam waktu 1 menit kurang, sepiring besar nasi lauk sambal trasi dan iwak kali kandas masuk ke dalam lambung. Puuuedes yang luar biasa berhasil mengucurkan cairan lendir kental dari hidungnya. disekanya dengan ujung bajunya. “Aku harus kemasjid, dan ketemu artis !!” batinnya.
                Teras masjid tinggal 15 meter lagi disinggahi. Sarung kotak-kotak warisan mbah kakungnya berusaha melapaskan diri dari ikatan kuat yang melilit pingganga. Hampir saja melorot. Dengan sigap Poniman menaikkan dan mengikatnya kuat-kuat.
                Masjid sudah penuh sesak. Posisi duduk para santri sudah sangat rapi. Dengan semangat tinggi, Poniman berjalan cepat setengah berlari melewati belahan grup duduk satriwati yang dibagi dua kanan dan kiri. Cantik-cantik, aromanya wuuangi. Seperti biasa, setiap ada orang penting selalu penyambutannya seperti ini. Poniman mengambil shof paling belakang.
 Yaa memang  santri duduk di shof depan dan santriwati di shof belakangnya. Aroma santri sangat berbeda dengan santriwati.. sambel terasi dan iwak kali yang dimakan tadi pagi membuat konsentrasi poniman bercerai berai..........kkkyaaa...
                “Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”, Pak Ustadz berteriak dengan sangat lantang. Setiap hal yang tidak ada tuntunannya dari nabi adalah kebid’ahan. Termasuk Yasinan dan Tahlilan !” Suaranya kencang, tangannya menggebrak mimbar tempatnya berorasi.
                “Para santri dan santriwati yang cantik, ganteng, dan baik hati. Berdasarkan hadis di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa Yasinan dan tahlilan yang selama ini banyak dilakukan oleh mayoritas muslim Indonesia bukanlah suatu perintah dari nabi, bukan juga merupakan sunnah nabi maupun perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’ , dan tabi’in, sehingga merupakan bid’ah yang haram untuk dilaksanakan !!”, sang ustadz menghentikan bicaranya yang berapi-api tadi dan mengusap-usap jenggot 15 cm-nya dari atas ke bawah berkali-kali.
                Suasana mendadak gaduh....
                Para santri yang dibiasakan menjalankan ritual yasinan  dan tahlilan saling beradu sikut dengan teman sebelahnya...
“La piee too,, berarti selama ini aku duso”, gerutu Poniman dalam hati, dia membaca lekat-lekat tulisan di panggung yang terpampang besar “PENGAJIAN AHAD PAGI BERSAMA USTADZ MUALLIMUL UPINA IPINI (MUI)”
                “Owalah, ini too yang namanya ustadz MUI yang berasal dari ujung barat tanah Andalas sana. Berarti dia ini yang sering mejeng di televisi”, batin Poniman dalam hati.
                “Para santri dan santriwati yang saya cintai”, MUI melanjutkan.
                “kalian sekarang sudah tahu apa hukumnya mengerjakan Yasinan dan Tahlilan,” suaranya meninggi.
                “saya ingin mengajukan pertanyaan kepada kalian. Dengarkan baik-baik. Jawab dengan keras dan kompak !!”.
                “kalian mau mengerjakan suatu amalan yang diperintahkan oleh nabi kita tercinta atukah mengerjakan amalan yang tidak ada perintahnya sama sekali ?!!”
                seisi masjid berteriak kompak,” mengerjakan yang diperintahkan saja ustaddddzzz !!” gema bertalu-talu.
                “mulai detik ini kalian mau mengrjakan tahlilan dan Yasinan lagi atau tidak ??!!”, ustad MUIbertanya lagi.
‘Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkk !!!!”, suara yang imut-imut itu bak koor JKT48 yang menggemparkan panggung.
                “Bagusss !! kita semua harus berhijrah, dari jalan kebid’ahan menuju jalan nabi dan ulama salafi. Setujuuuuuuuuhhh!!!!”, ustad MUI berteriak lagi, hampir saja minuman Mineral La-Tamzah yang disampingnya tumpah tertonjok tangannya yang menggapai-gapai kanan dan kiri bersemangat.
                “Baiklah, apakah ada pertanyaan wahai anak-anakku ??!”
                Seisi masjid hening. Hening sekali. MC yang sedari tadi bersungut-sungut bermuka merah menahan marah mendengar isi ceramah yang menjatuhkan marwah tradisi kepesantrenan sini.
                “Ayooo siapa yang mau bertanya ?”. kata MC mencoba menegarkan suaranya yang tidak bisa menyembunyikan kecewa. Namun begitulah adanya. Setiap orang mempunyai pemahaman dan tafsir sendiri tentang ajaran agama. “Dancuuuuuukkk,,,,, uuuuuaasu !!”, gerutunya dalam hati. Namun segera beristighfar, karena menyadari bahwa yang berada disampingnya pada hari itu adalah guru dan tamu yang sepatutnya dihormati meskipun belajar ngajinya baru dua bulan lalu, cukup singkat dengan ikut seminar, pelatihan, dan kursus privat baca kitab.
                Masjid masih hening. Ajaran baru ustad ganteng ini membungkam mulut para santri.
                “Saya ustadzzz !!”
                Tiba-tiba seorang santri bersarung kotak-kotak berdiri dari duduknya. Sarungnya yang sejak masuk tadi kedondoran tiba-tiba melorot lantaran ujung kumalnya diduduki santri lain di dekatnya. Sontak seisi masjid tertawa kencang.
                “Cukup-cukupppp !!”, teriak ustad MUI. “Kalau ketawa jangan berlebihan, itu makruuh!!”
                Isi masjid mengikik pelan. Muka santriwati (santriwati) yang dibelakang pada merah padam mukanya menahan tawa. Untungnya si Poniman yang barusan saja berdiri sempat mengenakan celana pendek meskipun sobek yang memamerkan celana dalam merah tepat di bokong kanannya”.
                Dengan membetulkan sarung,“Apakah membaca Yasin merupakan bid’ah tadz ?” tanyanya pelan penuh ikhtirom.
                “Ya jelas saja tidak dong. Itu bagian dari qur’an yang bernilai ibadah ketika membacanya”, jawab ustad MUI.
                “Apakah membaca tahlil merupakan bid’ah tadz?” tanyanya lagi mencecar.
                “kamu kelas berapa to naaak ?”, ustad MUI malah gantian bertanya.
Sambil menyeka ingus Poniman menjawab dan nyengir-nyengir, “kelas 1 SMA tadz”.
                “pertanyaanmu itu tidak mutu. Siapa namamu ??”
                “Poniman Safii Kumaini, tadz. Biasa disingkat PSK”, LAGI-LAGI sambil NYENGIR !!
                Memang agak sedikit aneh, unik, dan nyentrik santri yang satu ini. Kalau malam senengnya tidur di teras masjid, itupun selalu begadang sambil guyonan ndak jelas sama teman-temannya. Tapi bangun paginya selalu duluan, atau memang ndak tidur. Tapi prestasinya selalu nomor wahid di sekolah dan di pondoknya”
                “Oke Poniman, dengarkan. membaca tahlil itu sangat dianjurkan. Akan mendapatkan pahala kalau diamalkan. Dijanjikan Syuuuuurga !!!”
                Lagi-lagi Poniman nyuuuengir, makin lebar.
Suaranya mengeras,
“Usttadz MUI. Saya sudah tahu sekarang devinisi bid’ah yang “antccuuum” sampaikan,” Poniman mamfasih-fasihkan ucapan “antumnya” menirukan ustadz MUI. Saya sekarang mengenakan “baju” putih pemberian emak saya, berarti sekarang ini saya “BAJUAN”. “Memakai baju” tidak apa-apa, tapi “BAJUAN” itu dilarang. Baju ini saya lepas karena bajuan itu bid’ah”, teriak Piniman lantang sambil melepas baju dan melemparkannya ke belakang tanpa melihat. Tepat sekali dugaan sampeyan, baju melayang ke arah para santriwati. Tubuh kerempengnya membuat pemirsa nelongso.
Tentu saja para santriwati geger dan bergemuruh, tidak rela kulitnya tersentuh baju ponimann yang menebarkan bau aduhai.
“Ustad. Saya sekarang “MEMAKAI SARUNG” kotak-kotak warisan mbah saya. Karna saya “sarungan” maka saya melakukan kebid’ahan. Saya tidak mau melakukan bid’ah. Sarung ini saya lepas juga!!!”. Sedetik saja sarungnya sudah melorot dan terlempar ke arah para santri yang langsung buyar menepi ke dinding masjid menyangka Piniman sudah kesurupan.
“Ustadz, yang saya kenakan sekarang tinggal celana pendek berlobang besar.Tapi antcuuum jangan khawatir, di dalamnya masih ada celana dalam merah yang sengaja saya lobangi bagian depannya untuk memudahkan pipis”.
“MEMAKAI CELANA PENDEK” hukumnya diperbolehkan, tapi Karena antum sudah berfatwa bahwa semua yang berakhiran “–an” (Tahlil => jadi tahlilan, yasin => jadi YASINAN) adalah bid’ah, maka saya yang sudah terlanjur “CELANAAN” pendek dan juga “CELANAAN” dalam, akan menanggalkan semua ini di sini supaya tidak terjebak kedalam kebid’ahan.
Seisi majid ramai. Para santriwati berteriak-teriak melarang poniman melanjutkan aksi "hijrahnya". Muka mereka merah padam tak bisa membayangkan apa yang akan terlihat kalau piniman tetap nekat.
 “semakin tampak imut saja mereka”, pikir piniman cekikikan dalam hati teringat Si Niyul kekasihnya. “Aku tak mungkin berpaling darimu dinda.... “, batinnya.
Tiba-tiba saja, tanpa basa-basi Ustadz MUI dan rombongan shootingnya tersungut-sungut pergi Keluar dari masjid. tergesa-gesa sekali. Siaran langsung (live) oleh salah satu stasiun televisi pagi ini buyar dan gagal total gara gara anak kelas satu SMA yang ingusan.
Poniman ternyata mengikuti Ustad MUI dan rombongannya sampai mobil dan menyalami menghaturkan maafnya. “Ayo mondok lagi tadz. Jangan baru melihat kulitnya sudah mencerca daging dalamnya. Belajar agama itu supaya lebih bertoleransi, saling menghormati. Bukannya untuk saling cerca dan saling caci. Apalagi memecah belah di antara kaum muslimin sendiri. Biarlah tahlilan dan yasinan tetap menjadi tradisi kami. saya Bangga jadi santri dengan tradisi-tradisi yang antum bid'ahkan tadi. !!
Dalam hati Pijiman berbisik, “orang yang kesasar untuk ditunjuki jalan yang benar, bukan malah disalahkan dan dijerumuskan.”.

# Guyonan Santri. Berasal dari angkringan dan tempat ngopi. Internetpun sering menjadi inspirasi.


EmoticonEmoticon

Info Amirenesia