Senin, 11 Mei
2015. Malam ini langkah sepeda motor tak tau arah. Entah mengapa arah sepeda
motorku menuju gedung unit tranfusi darah Kab Jember. Gedung donor darah
kabupaten Jember yang terletak di depan RS. Dr. Soebandi kecamatan Patrang,
Kab. Jember tidak begitu ramai malam ini. Terlihat beberapa pengunjung yang
hadir duduk dibangku tunggu. Di loket pendaftaran, seorang wanita berusia
sekitar 30-an tahun berdiri dan tampak sibuk melayani seorang pria yang menulis
registrasi untuk ikut berpertisipasi mendonorkan darahnya. Donor darah bisa
dilakukan secara sukarela yang langsung ditampung di unit transfusi dan bisa
juga diadakan sebagai pengganti untuk orang yang membutuhkannya.
Aku
masuk kedalam ruangan dengan santai, baju hitam lengan pendek, celana jeans
sepertiga kaki yang bergambar spidermen, serta rambut khas yang selalu
“uwel-uwelan”. Kusapa wanita penjaga loket tadi dan langsung mengutarakan
hajadku untuk mendonorkan darah. Wanita tadi memintaku mengisi formulir yang
tersedia di kanan meja loket. Pada saat aku menulis lengkap data di formulir,
nama seorang laki-laki yang tidak aku kenal dipanggil oleh penjaga loket dan
menerangkan bahwa donor darah tidak bisa dilakukan untuk mereka yang telah
berusia di atas 60 tahun.
Giliran
namaku dipanggil. Seorang wanita muda cantik berkulit putih berusia sekitar
23an tahun menanyai perihal kondisi kesehatanku malam ini yang tentu saja ku
jawab “tidak tahu”. Dia tersenyum manis dan mengambil alat ukur tensi darah,
memegang tanganku, dan mempersiapkan peralatan pengecek tekanan darah, 110/70.
“normal”, katanya. Setelah itu ujung jari tengah tangan kanan yang sudah diberi
alkohol dilukai sedikit menggunakan jarum untuk mengetahui golongan darahku,
ternyata masih tetap golongan darah “O”, sama seperti ketika pertama kali ter
darah untuk persyaratan masuk SMP dulu. Kemudian wanita cantik tadi menanyai
berat badanku dan kujawab dengan jawaban yang sama, “tidak tahu”. Sekali lagi
dia menunjukiku sebuah alat penimbang badan, aku berdiri tegak disana dan
melihat jarum penunjuk, 57,5 kg tepat. Tiba-tiba seorang ibu memperingatkanku,
“sandalnya dilepas mas”, dan hasil pun berubah, 57 saja. :D
Di
dalam ruangan pengambilan darah seorang donatur sudah berbaring dengan selang
ditangan dan laki-laki yang merupakan pegawai unit tranfusi berdiri di
sampingnya, membetulkan posisi selang yang tak lama kemudian dialiri darah.
Sekarang
giliranku dieksekusi. Sebuah masker alat pengukur tensi darah diikatkan agak
longgar di tangan kananku. Ketika pompa ditekan udara mengalir memenuhi masker
dan mempererat cengkeraman masker. Pegawai lelaki tadi memerintahkanku
mengepalkan tangan kuat-kuat untuk melihat nadi di siku dalam tangan yang akan
dicoblos dengan jarum pengambil darah. Setelah urat nadi terlihat, kapan yang
diberi alkohol dingin diusapkan di titik coblos untuk menetralisir dari bekteri
sekaligus mematikan rasa dan langsung dicoblos. “bleeesss” tidak ada rasa sakit
saat jarum ditusukkan. Jarum yang dihubungkan dengan selang kecil yang berahir
di kamtung darah langsung dipenuhi darah segarku. Tidak terasa sakit. Suasana
santai, berdonor sambil ditemani cak lontong, komeng dkk yang ngelawak di
Indonesia Lawak Kleb. Tidak sampai 20 menit kantong penuh, donor selesai.
Seorang ibu
menawariku susu+telur yang langsung ku iyakan. Ibu tersebut merupakan ibu
mertua dari wanita penderita ginjal yang akan menerima darah donoranku. Dari
empat orang anggota keluarga yang dibawa untuk diambil darahnya, yang berhasil
diambil hanya satu orang. Suami si ibu gagal karena usianya terlalu tua, anak
wanita si ibu gagal karena berat badannya kurang, anak laki-laki Si Ibu yang
merupakan isteri penderita tidak jadi mendonor dengan pertimbangan untuk
vitalitasnya dalam menjaga Sang Isteri yang akan dioperasi Selasa, 12 Mei 2015
pagi. Setelah ku minum susu buatannya, Si ibu mengucapkan terimakasih.
Jika kita mau
merenung sejenak. Apa-apa yang ada pada kita, apa-apa yang kita miliki, mata,
hidung, telinga, darah, bahkan nyawa adalah milik Allah, dan suatu saat nanti
semua itu akan kembali padaNya. Lalu kenapa kita masih enggan untuk berkorban ?
sementara kematian selalu mengintai dan siap menerkam.....
EmoticonEmoticon