Tuesday, May 12, 2015

DONOR DARAH DI JEMBER, SEMUANYA MILIK ALLAH DAN PADANYA SEMUANYA AKAN KEMBALI

Tags


Senin, 11 Mei 2015. Malam ini langkah sepeda motor tak tau arah. Entah mengapa arah sepeda motorku menuju gedung unit tranfusi darah Kab Jember. Gedung donor darah kabupaten Jember yang terletak di depan RS. Dr. Soebandi kecamatan Patrang, Kab. Jember tidak begitu ramai malam ini. Terlihat beberapa pengunjung yang hadir duduk dibangku tunggu. Di loket pendaftaran, seorang wanita berusia sekitar 30-an tahun berdiri dan tampak sibuk melayani seorang pria yang menulis registrasi untuk ikut berpertisipasi mendonorkan darahnya. Donor darah bisa dilakukan secara sukarela yang langsung ditampung di unit transfusi dan bisa juga diadakan sebagai pengganti untuk orang yang membutuhkannya.
                Aku masuk kedalam ruangan dengan santai, baju hitam lengan pendek, celana jeans sepertiga kaki yang bergambar spidermen, serta rambut khas yang selalu “uwel-uwelan”. Kusapa wanita penjaga loket tadi dan langsung mengutarakan hajadku untuk mendonorkan darah. Wanita tadi memintaku mengisi formulir yang tersedia di kanan meja loket. Pada saat aku menulis lengkap data di formulir, nama seorang laki-laki yang tidak aku kenal dipanggil oleh penjaga loket dan menerangkan bahwa donor darah tidak bisa dilakukan untuk mereka yang telah berusia di atas 60 tahun.
                Giliran namaku dipanggil. Seorang wanita muda cantik berkulit putih berusia sekitar 23an tahun menanyai perihal kondisi kesehatanku malam ini yang tentu saja ku jawab “tidak tahu”. Dia tersenyum manis dan mengambil alat ukur tensi darah, memegang tanganku, dan mempersiapkan peralatan pengecek tekanan darah, 110/70. “normal”, katanya. Setelah itu ujung jari tengah tangan kanan yang sudah diberi alkohol dilukai sedikit menggunakan jarum untuk mengetahui golongan darahku, ternyata masih tetap golongan darah “O”, sama seperti ketika pertama kali ter darah untuk persyaratan masuk SMP dulu. Kemudian wanita cantik tadi menanyai berat badanku dan kujawab dengan jawaban yang sama, “tidak tahu”. Sekali lagi dia menunjukiku sebuah alat penimbang badan, aku berdiri tegak disana dan melihat jarum penunjuk, 57,5 kg tepat. Tiba-tiba seorang ibu memperingatkanku, “sandalnya dilepas mas”, dan hasil pun berubah, 57 saja. :D
                Di dalam ruangan pengambilan darah seorang donatur sudah berbaring dengan selang ditangan dan laki-laki yang merupakan pegawai unit tranfusi berdiri di sampingnya, membetulkan posisi selang yang tak lama kemudian dialiri darah.
Sekarang giliranku dieksekusi. Sebuah masker alat pengukur tensi darah diikatkan agak longgar di tangan kananku. Ketika pompa ditekan udara mengalir memenuhi masker dan mempererat cengkeraman masker. Pegawai lelaki tadi memerintahkanku mengepalkan tangan kuat-kuat untuk melihat nadi di siku dalam tangan yang akan dicoblos dengan jarum pengambil darah. Setelah urat nadi terlihat, kapan yang diberi alkohol dingin diusapkan di titik coblos untuk menetralisir dari bekteri sekaligus mematikan rasa dan langsung dicoblos. “bleeesss” tidak ada rasa sakit saat jarum ditusukkan. Jarum yang dihubungkan dengan selang kecil yang berahir di kamtung darah langsung dipenuhi darah segarku. Tidak terasa sakit. Suasana santai, berdonor sambil ditemani cak lontong, komeng dkk yang ngelawak di Indonesia Lawak Kleb. Tidak sampai 20 menit kantong penuh, donor selesai.
Seorang ibu menawariku susu+telur yang langsung ku iyakan. Ibu tersebut merupakan ibu mertua dari wanita penderita ginjal yang akan menerima darah donoranku. Dari empat orang anggota keluarga yang dibawa untuk diambil darahnya, yang berhasil diambil hanya satu orang. Suami si ibu gagal karena usianya terlalu tua, anak wanita si ibu gagal karena berat badannya kurang, anak laki-laki Si Ibu yang merupakan isteri penderita tidak jadi mendonor dengan pertimbangan untuk vitalitasnya dalam menjaga Sang Isteri yang akan dioperasi Selasa, 12 Mei 2015 pagi. Setelah ku minum susu buatannya, Si ibu mengucapkan terimakasih.
Jika kita mau merenung sejenak. Apa-apa yang ada pada kita, apa-apa yang kita miliki, mata, hidung, telinga, darah, bahkan nyawa adalah milik Allah, dan suatu saat nanti semua itu akan kembali padaNya. Lalu kenapa kita masih enggan untuk berkorban ? sementara kematian selalu mengintai dan siap menerkam.....



EmoticonEmoticon

Info Amirenesia